Defisit Kebudayaan: Sastra dalam Bayangan Pasar dan Prinsip 5W-1H

Sabtu 21 Dec 2024 - 19:53 WIB
Reporter : redaksi
Editor : Ependi

Dalam Siti Nurbaya, misalnya, kita menemukan pertarungan antara cinta dan takdir, yang mencerminkan nilai-nilai sosial yang berlaku pada zamannya, tetapi masih relevan dibaca hingga saat ini.

BACA JUGA:GUBUK KECIL DAN RINTIK HUJAN

BACA JUGA:FATAMORGANA BRAVIA MANJIA

Dalam ranah sosiologis, keadaan ini lebih lanjut diperburuk dengan hadirnya kecenderungan materialisme yang merambah ke seluruh lapisan masyarakat.

Sastra, yang dahulu dipandang sebagai medium untuk membentuk karakter dan memelihara kesadaran kebudayaan, kini dihadapkan pada kenyataan bahwa ia hanya dihargai jika dapat memberikan hasil finansial. Hal ini tampak jelas pada perubahan cara pandang terhadap sastra dalam dunia pendidikan.

Ketika karya sastra menjadi sekadar objek ujian atau bahan pelajaran tanpa ada upaya untuk menggali makna dan dampaknya dalam kehidupan sosial, kita kehilangan potensi untuk membentuk masyarakat yang kritis dan reflektif.

Karya-karya sastra besar seperti Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, yang mengangkat isu sosial dan kolonialisme, menyajikan pandangan dunia yang begitu dalam dan kompleks.

BACA JUGA:Wanita yang Nglungsungi Seperti Ular

BACA JUGA:LELANANGE JAGAD MERINGKUK DI KOSAN

Namun, seringkali karya semacam ini hanya dihadirkan dalam konteks akademis, tanpa menyentuh aspek yang lebih luas dalam kehidupan sosial politik. Dalam hal ini, sastra telah menjadi sekadar komoditas akademik, bukan sebuah instrumen perubahan.

Pentingnya apresiasi terhadap sastra juga tercermin dalam cara kita menghargai estetika sebagai bagian dari kehidupan kita sehari-hari.

Estetika dalam sastra bukan hanya tentang keindahan bentuk atau gaya bahasa, tetapi tentang pencarian makna yang lebih dalam melalui kata-kata.

Sebagaimana dijelaskan oleh filsuf estetika Immanuel Kant dalam Critique of Judgment, estetika bukan hanya soal kesenangan inderawi, tetapi juga tentang pengalaman transendental yang membawa pembaca pada pemahaman yang lebih besar mengenai dunia dan dirinya sendiri.

BACA JUGA:DI NEGERI PARA PESOLEK

BACA JUGA:Sebelum Pandemi dan Sesudah Itu Mati

Dalam karya-karya sastra besar seperti 1984 karya George Orwell atau Crime and Punishment karya Fyodor Dostoevsky, kita tidak hanya disuguhkan dengan cerita yang memikat, tetapi juga dengan pertanyaan filosofis yang menggugah tentang kebebasan, kekuasaan, dan tanggung jawab.

Kategori :

Terkait

Sabtu 27 Jul 2024 - 21:04 WIB

Bukan Dia, Romeomu

Sabtu 15 Jun 2024 - 19:58 WIB

Monolog Pluto

Sabtu 20 Apr 2024 - 17:50 WIB

Mencintaimu Seperti Filosofi Hujan