PLTU Picu Krisis Lingkungan dan Sosial

Aksi Toxic20 dalam rangka peringatan untuk akhiri era PLTU-Radar Utara / Doni Aftarizal-

RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), termasuk di Teluk Sepang Provinsi Bengkulu, dinilai memicu krisis lingkungan dan sosial yang serius serta kian memprihatinkan.

Bahkan dari hasil penelitian mengonfirmasi keberadaan PLTU terindikasi melakukan serangkaian kejahatan lingkungan, yang secara langsung merugikan kesehatan warga dan merusak ekosistem pesisir Bengkulu.

Salah satu temuan kritis yakni praktik pembuangan limbah abu batubara atau Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), yang dilakukan secara serampangan. 

Dimana teridentifikasi 13 titik pembuangan FABA dalam periode pemantauan 2024-2025. Salah satu lokasi yang paling mengkhawatirkan berada di Kelurahan Air Sebakul Kecamatan Selebar Kota Bengkulu.

BACA JUGA:Transisi Energi, Saatnya PLTU Batu Bara Dipensiunkan

BACA JUGA:Tingkat Kepatuhan AMDAL Pengelolaan PLTU Batu Bara Dinilai Perlu Evaluasi

Dimana lokasi tersebut berjarak sangat dekat dengan permukiman warga. Dampaknya langsung terasa, yakni sumur-sumur warga tercemar dan airnya tidak lagi layak untuk dikonsumsi.

“Dari berbagai dampak yang ditimbulkan ini sudah saatnya mematikan PLTU batubara, karena memperpanjang umur PLTU sama artinya memperpanjang penderitaan rakyat,” ungkap Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, Senin 4 November 2025.

Selain pencemaran lingkungan, lanjut Ali, masyarakat Desa Padang Kuas, Seluma juga harus menghadapi bahaya jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) milik PLTU yang melintasi pemukiman mereka.

"Sejak PLTU beroperasi pada 2020, sambaran petir meningkat secara signifikan di desa tersebut. Ini berdasarkan penelitian akademisi," tegas Ali.

BACA JUGA:Gubernur Diminta Tuntaskan Dampak SUTT PLTU Batubara Teluk Sepang

BACA JUGA:Disinyalir FABA PLTU Batubara Dibuang di Pemukiman Warga

Menurut Ali, kKejadian ini diduga kuat karena kehadiran SUTT memicu sambaran petir petir. Warga pun menderita kerugian akibat kerusakan barang elektronik secara massal dengan total kerugian mencapai Rp 65 juta dan fasilitas umum.

"Seperti pengeras suara masjid, gardu listik serta wi-fi kantor desa. Tak hanya itu, lima orang warga juga tersengat listrik," kata Ali.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan