KUHAP Baru Disahkan, Aksi AMB Sampaikan 6 Tuntutan

AMB saat menggelar aksi damai di Simpang Lima Ratu Samban Kota Bengkulu-Radar Utara / Doni Aftarizal-

RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Sebanyak enam poin tuntutan disampaikan Aliansi Mahasiswa Bengkulu (AMB), pasca DPR RI mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru beberapa waktu lalu.

Enam poin tuntutan tersebut disampaikan AMB dalam aksi damai, yang dipusatkan di Simpang Lima Ratu Samban Kota Bengkulu, Minggu 30 November 2025 

Menteri Luar Negeri (Menlu) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KBM UNIB, M. Ghifar Alfarizy mengatakan, aksi yang digelar pihaknya ini merupakan bentuk reaksi dengan disahkannya KUHAP baru.

"Terlebih kita menilai jika pengesahan itu tergesa-gesa, dan juga dilakukan secara tertutup tanpa mempertimbangkan suara publik atau masyarakat," ungkap Alfarizy.

BACA JUGA:APDESI Bengkulu Utara Kecam PMK 81 Tahun 2025, Siap Aksi ke Kementerian

BACA JUGA:Anggota PAW BPD Otomatis Menyesuaikan Undang-undang yang Baru

Menurut Alfarizy, pihaknya juga menilai KUHAP yang baru tersebut, bukanlah jawaban atas kebutuhan atau kepentingan rakyat terutama dari sisi keadilan. 

"Sebaliknya, produk hukum itu kita pandang justru memberi ruang lebih besar bagi tindakan sewenang-wenang aparat, dan mengancam rasa aman masyarakat dalam kehidupan sehari-hari," kata Alfarizy.

Sehingga, lanjut Alfarizy, KUHAP tersebut sebagai produk gagal untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia, dan tidak merepresentasikan prinsip negara hukum yang demokratis.

"Apalagi sejumlah pasal yang tertuang dalam KUHAP, dinilai mengandung ketentuan karet dan subjektif. Seperti kewenangan penyadapan, pemeriksaan tanpa status yang jelas, hingga mekanisme penahanan yang rawan disalahgunakan," ujar Alfarizy.

BACA JUGA:APDESI Bengkulu Utara Kecam PMK 81 Tahun 2025, Siap Aksi ke Kementerian

BACA JUGA:Anggota PAW BPD Otomatis Menyesuaikan Undang-undang yang Baru

Disisi lain, Alfarizy mengungkapkan kekhawatirannya, jika KUHAP baru ini dapat menjadi alat legitimasi bagi praktik kriminalisasi, dan penyalahgunaan kekuasaan institusi penegak hukum.

"Maka dari itu kita menolak KUHAP baru dan meminta Presiden Republik Indonesia (RI) menerbitkan PERPPU pembatalan KUHAP tersebut," pinta Alfarizy. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan