Selain keberadaan pondok pesantren, hal unik lain dari kampung Kauman adalah terjaganya rumah-rumah kuno di kanan-kiri gang-gang sempit yang kami lewati.
Bangunan rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu tersebut masih dihuni warga meski usianya sudah puluhan tahun.
Salah satunya bahkan berusia hampir seabad namun masih kokoh berdiri.
BACA JUGA:Uang Beredar Tumbuh Lebih Tinggi pada Maret 2024
BACA JUGA:Maju Pilgub, Eks Bupati dan Bupati BS Daftar ke PDI Perjuangan
Dalam sejarahnya, kampung Kauman tidak hanya dihuni oleh penduduk pribumi namun juga berasal dari keturunan Tionghoa, Melayu, dan Arab.
Meski terdiri dari beragam etnis, masyarakat kampung Kauman begitu menjunjung tinggi asas kekeluargaan dengan membina hubungan bermasyarakat sehingga hampir tak pernah muncul perselisihan antaretnis.
Jika diperhatikan, nama dari masing-masing gang kecil yang membelah kampung Kauman ini memiliki makna tersendiri.
Kauman Krendo, misalnya. Krendo (keranda) menunjukkan bahwa dulu di kampung kecil tersebut berfungsi sebagai tempat menyimpan keranda jenazah.
BACA JUGA:Aksi Serentak Perangi Demam Berdarah Dengan PSN
BACA JUGA:Dirajut Ibu Negara di Bengkulu, Ditargetkan Berkibar di IKN
Selain itu ada Kauman Pompo, yang berarti ada pompa air di dalam kampung kecil tersebut.
Ada pula Kauman Patehan yang terkenal karena banyak warganya yang memproduksi teh.
Hotel Dibya Puri
Dari kampung Kauman, rombongan Bersukaria bergerak lagi menelusuri gang-gang sempit hingga tiba di Jl Raya Pos atau yang kini lebih dikenal dengan nama Jl Pemuda.
Jl Pemuda menjadi salah satu jalan penting di kota Semarang karena terletak di pusat bisnis dan perkantoran.