Hotel Du Pavillon benar-benar menjadi salah satu hotel termewah di Semarang pada awal abad 20.
Seribu sayang, meski sekarang status bangunan Du Pavillon yang berubah nama menjadi Hotel Dibya Puri adalah cagar budaya yang harus dikonservasi berdasarkan UU No 11 Tahun 2009, kondisi gedung yang sebenarnya tampak terbengkalai.
BACA JUGA:Uang Beredar Tumbuh Lebih Tinggi pada Maret 2024
BACA JUGA:Maju Pilgub, Eks Bupati dan Bupati BS Daftar ke PDI Perjuangan
Kerusakan terlihat di banyak sudut, seperti atap yang rubuh, lantai bangunan yang miring, ruang kamar sangat lembab dan kotor, warna dinding bangunan yang kusam, taman yang ditumbuhi rumput liar, dan kerusakan lain.
Kini, hanya halaman hotel saja yang dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan parkir kendaraan mereka.
Alun-alun Semarang dan Masjid Agung Kauman
Jelang akhir walking tour kami sore itu, dari Hotel Dibya Puri kami beralih menuju bekas kawasan alun-alun Semarang sebelum tiba di destinasi akhir tur.
BACA JUGA:Aksi Serentak Perangi Demam Berdarah Dengan PSN
BACA JUGA:Dirajut Ibu Negara di Bengkulu, Ditargetkan Berkibar di IKN
Masih banyak yang mengira bahwa lapangan Simpang Lima merupakan alun-alun kota Semarang.
Hal tersebut tentu salah kaprah karena lokasi alun-alun Semarang yang sesungguhnya berada di Jl KH Agus Salim yang kini telah beralih fungsi menjadi kawasan perkantoran dan hotel.
Kawasan alun-alun tradisional kota Semarang sempat berfungsi sebagai pusat dan landmark kota, pusat aktivitas masyarakat dan pemerintahan, serta ruang terbuka untuk publik.
Seiring berkembangnya ekspansi bisnis di sekitar alun-alun, dibangunlah berbagai bangunan komersil seperti pasar Yaik, gedung perkantoran, dan perluasan pasar Johar yang mengambil lahan dari alun-alun.
BACA JUGA:Berulangkali Usulan ke Provinsi, Penanganan Jembatan di Lembah Duri Belum Ada Kabar
BACA JUGA:Pilih Paslon Kada Yang Peduli Dengan Masalah BUMN