Selain itu, akan sangat mumpuni dalam menjaga pergerakan inflasi di daerah, yang saat ini menjadi konsen bersama.
"Karena inflasi nasional, merupakan akumulasi inflasi di daerah. Lebih besar lagi menjadi inflasi regional dan global," jelas Margono.
"Maka keberadaan BUMDes dan LKD yang baik ini, sangat potensial menjadi triger ekonomi," susulnya lagi.
Penegasan daerah, soal pentingnya dibangun konsensus moril dan konkret di lingkunga desa, menjadi sinyalemen keseriusan pemerintah daerah.
BACA JUGA: TA 2024, Rp 35 M Disiapkan Untuk Pemeliharaan Jalan
BACA JUGA: Mukomuko Bakal Ikut Lomba Pasar Tertib Ukur Nasional
Margono menjelaskan, langkah yang kini sudah berjalan di sedikit desa, harus menjadi stimulan kemunculan BUMDesma atau pun BUMDes dengan pengelolaan profesional.
Kenapa harus profesional?, tanya Margono, karena anggaran yang khusus dari eks PNPM saja nilainya belasan miliar itu, merupakan uang negara yang memiliki konsekwensi hukum, ketika dilakukan penyalahgunaan.
Termasuk, kata dia lagi, penyertaan modal oleh desa kepada BUMDes, juga harus diimbangi dengan kerja-kerja terukur serta mitigasi dini, mencegah praktik penyalahgunaan.
"Maka BUMDes atau BUMDesma, dapat menjadi indikator tentang kesungguhan desa dalam melaksanakan amanat UU Desa, terkait pelaksanaan pembangunan dari pinggiran," terangnya.
BACA JUGA:Bakal Ada Batalyon 146 di Bengkulu Utara
BACA JUGA:Perekrutan CPNS Mukomuko Diprioritaskan Tenaga HonorerPenelusuran Radar Utara, laporan awal pada 2016 yang menjadi rujukan daerah, diketahui obyek penyidikan jaksa itu menempati tangga pertama laporan.
Nominal tunggakan tertinggi terjadi di Kecamatan Putri Hijau sebesar Rp 1,006 miliar dari modal beredar di masyarakat sebesar Rp 2,9 miliar. Kemudian di Lais sebesar Rp 718 juta, dengan modal beredar Rp 1,038 miliar.
Posisi ketiga terjadi di Batiknau sebesar Rp 600 juta dengan modal beredar sebesar Rp 2,1 miliar. Selanjutnya Kerkap dari perguliran sebesar Rp 1,6 miliar, tunggakan sebesar Rp 589 juta serta Padang Jaya dengan tunggakan Rp 495 juta dengan nilai perguliran sebesar Rp 2 miliar.
Dan terjadi di seluruh UPK yang merilis data. Tunggakan terkecil terjadi di Kecamatan Ulok Kupai sebesar Rp 10,9 juta dengan dengan beredar Rp 209 juta. (*)