BACA JUGA:Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia Terus Mengalami Perbaikan
Mira masih memperhatikan lingkungan liar itu . Gilanya dia lakukan itu hampir seharian. Dia lelah.
Berontakpun percuma. Habis telah ia tumpahkan dari pagi tadi. Dia tak merespon Dago. Terlalu tidak masuk akal bagi dirinya untuk tinggal terkurung di sini.
"Jangan terlalu kau pandang. Sudah ku bilang, di luar itu hutan. Lebih aman di sini. Vila ini cukup jauh dari jalan utama. Melintas ke sana sendirian atau jalan kaki hanya akan menjadi daging empuk beruang atau macan."
Tangan Mira meremat jengkel. Tahan. Tahan. Tak perlu kau respon bedebah ini Mira. Tetap berpikiran positif, batin Mira.
"Apakah malam ini kau sudah menerima cintaku?" tanya Dago lagi.
BACA JUGA:Pinang Indonesia, dari Tradisi Kunyah hingga Ekspor Bernilai Triliunan
BACA JUGA:Industri Alat Angkut Indonesia 2024: Kontribusi dan Tantangan
Mira menggeleng -geleng muak. Sama seperti sejak awal dia sampai di sini. Momentum dari pertanyaan terkutuk itu adalah berdesak desakannya kata di mulut. Sialan! Jika ia tak hamburkan, malah membuat kerongkongannya menjadi sakit. Dago berhasil mencuri respon Mira melalui kalimat terkutuknya.
Dengan posisi masih membelakangi; sambil ia gigit bibirnya karena kesal, Mira membalas:
"Kau masih ingin tahu jawabannya?? ujar Mira. Kali ini dia membalik. Dari yang ia lihat, Dago tengah duduk di sebuah kursi usang.
Dago menatap Mira tanpa hawa melukai. Sementara Mira ingin Dago tahu apa yang ia rasakan.
"Dengar pemuda hutan! Tak mungkin aku mencintai binatang, ngerti?"
Dago segera berdiri. Mira merapatkan diri ke dinding. Hati Mira cemas sama seperti lalu lalu. Tapi segera ia pendam dalam dalam saat sebuah kalimat datar meluncur dari mulut Dago.
BACA JUGA:Jangan Sebarangan Pakai Air Biasa ! Ini Manfaat Air Radiator Mobil Menggunakan Coolant
BACA JUGA:Taukah Anda Ternyata Daun Beluntas Menyimpan Berbagai Manfaat Bagi Kesehatan Tubuh Kita.