Cerpen: Heri Haliling
Ujung kota metropolitan bercadar malam dengan untaian warna warni lampu jalanan. Seorang gadis dengan umur 21, berkaos putih dengan rambut hitam lurus berlari menghimpit dinding gang berharap temukan celah pelarian.
Di belakangnya beberapa bunyi motor protol dengan angkuh knalpotnya memandang gadis itu sebagai buruan.
Dago pemimpin geng motor The Kill memajukan diri tatkala melihat gadis itu tersandung kerikil dan jatuh.
"Mau apa Dago!!! Jngan kurang ajar!" ucap si gadis sambil memegang salah satu lutunya yang tergores.
Dago merupakan pemuda berperwakan hitam besar. Sebuah luka bekas sajam menyayat pergelengan otot lehernya.
BACA JUGA:Situs Megalitikum di Sulawesi Tengah: Warisan Peradaban Pra-Aksara
BACA JUGA:Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia Terus Mengalami Perbaikan
"Ikut denganku Mira. Temani aku. Kau milikku."
"Haaa..kocak!" Mira bergopoh-gopoh hendak berdiri. Sebuah tiang lampu ia genggam.
Mira memandang jijik ke Dago dan anak buahnya.
"Cuh!!! Kumuh" ludah Mira.
Tepat kena wajah Dago. Wajahnya bergetar merah.
"Jangan kau turun tangan, Dago. Cukup kami saja" kata seorang lain dengan rambut mohak penuh tindikan maju. "Bukan kau yang terhina gadis sundal ini. Tapi kami!"
"Jangan kau lukai dia, Balat!.Biar saja" cegah Dago merentangkan tangan kirinya.