BACA JUGA:Belenggu Sistem
"Tak berhak kita bicara begitu Sofyan!!! Istighfar!! " tangan H. Insani mencrngkram pundak salah satu muridnya itu. "Aku tak ajarkan kesombongan!"
"Tapi jalanan penuh dengan ketegasan! Budaya itulah yang berlaku sekarang."
Masih merasa pusing dan mual, Arsakha mencoba untuk kembali duduk. Dari gerai rambut keriting gondrongnya, seutas senyum mengalir merah berpoles darah.
"Lihat gerandong ini!!! Masih tersenyum. Tampang penduduk neraka!!" lanjut Sofyan geram.
"Dia gila menjelang ajal. Itu karmanya!" sergah seorang warga lain..
BACA JUGA:Cecep Ingin Menjadi Kaya
BACA JUGA:Ibu, Pematang Sawah dan Cerita Seorang Gadis
Sofyan yang sangat geram berapi-api lalu melanjutkan:
"Jika kita biarkan yang seperti ini, Ji. Kita yang akan lemah terhadap penjahat"
"Aku tak setuju. Aku akan bawa dia ke kantor polisi. Ini sandalku. Urusanku! Kalian pulang!"
H. Insani berjalan ke arah Arsakha. Tapi tubuhnya dicegah Sofyan. Hingga satu pekikan muncul disusul pekikan lainnya.
"Hajar!!!!"
"Sudah kalungi ban. Kita bakar seperti dulu!!"
BACA JUGA:Belajar dari Sang Gagak
BACA JUGA:Belenggu Sistem