Inovasi Digital Simontana, Penjaga Kelestarian Hutan Indonesia
Sistem Monitoring Hutan Nasional (Simontana) menjadikan laju deforestisasi hutan di Indonesia jadi berkurang. Aplikasi Simontana dapat diunduh melalui Googgle Apstore.- IST-
Seperti dikutip dari website KLHK, Simontana telah dikembangkan sejak 1990 silam. Awalnya, Simontana dimulai dengan interval enam tahunan untuk menyuplai data berbentuk archive dimulai pada 1990. Setelah itu, interval tiga tahunan dimulai pada 2000 dan interval tahunan sejak 2011 hingga sekarang.
BACA JUGA:Sesar Semangko, Pemicu Gempa di Pulau Sumatra
BACA JUGA:Menjaga Momentum Jasa Konstruksi yang Berdaya Saing
Aplikasi ini dikembangkan agar mampu menghasilkan data hutan dengan lebih cepat, akurat, dan disajikan secara transparan sebagai sarana pengawasan data hutan secara berkala.
Pada 2015, Simontana dipakai KLHK untuk memanau area bekas karhutla, dan pada 2017, pemantauannya dilakukan secara bulanan. KLHK juga menggandeng Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) guna membuat data change detection untuk produksi penutupan lahan secara semiotomatis. Sejak 2018, untuk menghitung luas lahan terdampak karhutla secara akurat, KLHK mulai menggunakan citra satelit beresolusi tinggi.
Simontana adalah sebuah platform pemantauan terintegrasi yang menampilkan teknologi penginderaan jarak jauh dan terestrial berbasis satelit milik Landsat. Hal tersebut diucapkan oleh Menteri KLHK Siti Nurbaya ketika menjadi pembicara diskusi terkait peningkatan fungsi hutan berkelanjutan di sela-sela mengikuti pertemuan tahunan Komite Kehutanan (COFO) FAO ke-27 di Roma, Italia.
BACA JUGA:Menghalau Penyelundupan Benih Lobster, Tekan Kerugian Negara
BACA JUGA:Riset Perguruan Tinggi Harus Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat
Menteri Siti menguraikan, Simontana menjadi platform pendukung pencapaian pengelolaan hutan lestari dan ketahanan iklim. "Simontana menyediakan data penting yang mencakup sumber daya hutan, jenis tutupan, perkiraan volume, laju pertumbuhan, penilaian hutan nasional, dan status keanekaragaman hayati di dalam kawasan hutan,” jelas Siti Nurbaya.
Sebagai tempat penyimpanan data tutupan hutan nasional, Simontana sangat penting untuk pelaksanaan perencanaan kehutanan dan strategi mitigasi iklim. Ketersediaan data secara realtime di Simontana menjadi bekal penting untuk para pemangku kepentingan bagi perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan secara tepat waktu. Terutama dalam upaya Indonesia mengejar target FOLU Net Sink saat2030 mendatang.
Pakar penginderaan jarak jauh Indonesia, Indroyono Soesilo yang juga ketua umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dalam kesempatan sama menambahkan, data pada Simontana menjadi panduan berguna untuk anggota APHI dalam menjalankan aktivitas di lapangan. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada Kabinet Kerja tersebut, data pada Simontana dapat dijadikan basis perencanaan kehutanan, pemantauan perlindungan hutan, pemantauan penanaman dan produksi, inventarisasi gambut, serta sebagai aksi mitigasi.
BACA JUGA:Cegah Inflasi, Kemendagri Ingatkan Pemda Cek Rutin Harga Komoditas
BACA JUGA:MK Gelar Sidang lanjutan UU Kesehatan, Dengar Keterangan Pemerintah
Untuk perencanaan kehutanan, data Simontana dipakai untuk pengecekan lapangan menggunakan citra satelit resolusi tinggi. Kegiatan itu untuk memastikan akurasi dan validitasnya yang kemudian hasilnya dipetakan dan dilakukan digitalisasi. Karena itu, Simontana dapat menjadi media interaktif dan dinamis yang menawarkan daa komprehensif mengenai tren deforestasi dan degradasi hutan sejak 1990.
Terobosan yang masuk dalam jajaran Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020 versi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) ini mendapat pujian dari Wakil Sekretaris Jenderal FAO, Maria Helena Semedo. Ia mengatakan, FAO menghargai inovasi Indonesia dalam menjaga kelestarian hutan. Menurut data FAO, dalam rentang 1990--2020, dunia telah kehilangan 420 juta ha lahan hutan.