Sabung Ayam, Antara Mitos dan Sejarah
Tarung ayam karya Affandi. -Lukisan Seni-
BACA JUGA:UMKM, Yuk Ajukan Pembiayaan Usaha dari Pemerintah!
BACA JUGA: Permintaan Domestik Topang Sektor Manufaktur Indonesia
Taji, yang dibuat dari logam besi sepanjang empat atau lima inci dan dipasang di kedua kaki ayam itu, hanya diasah ketika saat momen gerhana bulan atau ketika bulan tidak penuh.
Selain itu, taji itu juga harus dirawat sebegitu rupa oleh pemiliknya dan dijaga supaya tidak dilihat atau dipegang kaum perempuan.
Dari lapangan sejarah, merujuk esai Clifford Geertz disebutkan kata ‘sabung’ merupakan istilah untuk ayam jantan.
Dan, lebih jauh ia katakana, istilah telah muncul dalam inskripsi-inskripsi di Bali pada 922 M.
BACA JUGA: 5 Komitmen Bersama Yang Dilahirkan Dalam Rembuk Stunting
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Ajak Masyarakat Teladani Makna Nuzulul Qur'an
Istilah ini dipakai secara metaforis untuk mengartikan “pahlawan”, “serdadu”, “pemenang”, atau “orang kuat”.
Sayangnya Geertz tak menjelaskan dari sumber prasasti mana inskripsi itu.
Bicara latar sejarah sabung ayam, Ani Rachmat dan Agusmanon Yuniadi (2018) dalam artikelnya Simbolisme Ayam Jago dalam Pembangunan Kultural Masyarakat Kabupaten Cianjur, dan I Wayan Gede Saputra K.W (2016) dalam artikelnya Sabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII, tiba pada kesimpulan yang sama.
Mirip Geertz, menurut mereka praktik sabung ayam di Bali telah berlangsung sejak abad 10.
BACA JUGA: Tahun 2024, Pemprov Bengkulu Fokus Turunkan Stunting
BACA JUGA: Kolaborasi Tekan Angka Stunting
Jika Rachmat dan Yuniadi merujuk Prasasti Sukawana dan Prasasti Batur Abang; Saputra merujuk Prasasti Trunyan dan Prasasti Sembiran.