Sabung Ayam, Antara Mitos dan Sejarah
Tarung ayam karya Affandi. -Lukisan Seni-
BACA JUGA:UMKM, Yuk Ajukan Pembiayaan Usaha dari Pemerintah!
BACA JUGA: Permintaan Domestik Topang Sektor Manufaktur Indonesia
Seperti diketahui, Hayam Wuruk artinya “Ayam yang Terpelajar”.
Mari meninjau Sulawesi. Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa pernah berperang gara-gara momen perhelatan sabung ayam.
Dikisahkan di tahun 1562, Raja Gowa X yaitu I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1548 –1565) berkunjung ke Bone.
Kedatangan tamu negara ini dimeriahkan pesta sabung ayam (massaung manu’). Raja Gowa mempertaruhkan 100 katie emas.
BACA JUGA: 5 Komitmen Bersama Yang Dilahirkan Dalam Rembuk Stunting
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Ajak Masyarakat Teladani Makna Nuzulul Qur'an
Raja Bone saat itu yaitu La Tenrirawe Bongkange’ mempertaruhkan orang panyula (satu kampung).
Konon, sabung ayam ini bukanlah sabung ayam biasa. Ayam jantan yang diadu jadi wahana adu kesaktian dua raja penguasa semenanjang barat dan timur ini.
Alhasil, ayam sabungan Raja Gowa mati terbunuh. Ayam Raja Bone menang.
Ini berarti kesaktian Raja Bone nisbi lebih tinggi ketimbang Raja Gowa.
BACA JUGA: Tahun 2024, Pemprov Bengkulu Fokus Turunkan Stunting
BACA JUGA: Kolaborasi Tekan Angka Stunting
Persoalan mulai muncul ketika kekalahan sabung ayam tersebut dikait-kaitkan dengan tanda-tanda kemerosotan kekuasaan Kerajaan Gowa.