Sabung Ayam, Antara Mitos dan Sejarah

Tarung ayam karya Affandi. -Lukisan Seni-

Di balik sabung ayam itu, ada suatu bangunan kultur yang besar, tentang status, tentang kepahlawanan, kejantanan, dan etika sosial yang menjadi dasar pembentukan budaya Bali. 

Sabung ayam, menurut Geertz, lebih dari sekadar judi, juga merupakan simbol ekspresi dari status, otoritas, dan lain sebagainya.

BACA JUGA: Kolaborasi Tekan Angka Stunting

BACA JUGA:Korban Begal 1 Orang, Korban Lain Terluka Karena Jatuh Saat Mengejar Pelaku

Merujuk KBBI, kata ‘jago’ secara leksikon berarti “ayam jantan”.

Namun istilah ini pun berarti “calon utama dalam sebuah pemilihan”, “juara” atau “kampiun”. 

Pun dalam bahasa Jawa. Jago bagi orang Jawa berarti ayam. 

Namun kata ini juga bermakna konotatif, sebagaimana makna dalam kamus bahasa Indonesia.

Permainan ini lazimnya dilakukan dengan mengadu dua ayam jantan bertaji. 

BACA JUGA:Nenek Sebatang Kara Disantuni Satgas PAM Puter Enggano

BACA JUGA:Kepastian Skema Seleksi Panwascam Mendesak!

Atau tak jarang ayam jantan itu sengaja dipasangi taji buatan, entah dari bambu atau kayu diruncingkan, atau bahkan logam besi. 

Pertandingan barulah dianggap selesai setelah salah satu ayam jantan itu kalah. 

Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java yang terbit pertama kali pada 1817, mencatat sabung ayam merupakan perlombaan yang sangat umum dilakukan di kalangan masyarakat Jawa.

Secara etimologi kata jago ditengarai berasal dari bahasa Portugis yaitu ‘jogo’, yang dilafalkan ‘zhaogo’ dan secara harfiah berarti “permainan”. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan