Sekuntum Mawar dengan Tangkai yang Patah

Ilustrasi-pixabay.com-
"Ibu!!" seru Sisha yang segera menerjang memeluk ibunya. Sore itu haru menyelimut manakala putri dan ibu itu ambruk di lantai dalam kondisi menggigil karena rindu.
*
Bunyi takbir berkumandang bersahutan menyeru tentram. Malam itu di beranda depan dengan masih memeluk ibunya, Sisha melihat tempat tinggalnya yang sungguh miris. Dia sungguh menyesal dengan perbuatannya.
BACA JUGA:Tanah Kuburan Mbah Bendera
BACA JUGA:SANG PELATIH
"Kau tahu Lana" kata Rizqita pada sebuah percakapan. "Sisha begitu rindu dengan ibunya. Kau tak sekalipun membalas pesan WA. Kakak macam apa kau!"
Bu Darmi yang terkejut hanya menatap putranya yang bersandar pada pintu. Dia melihat Lana sama sekali tak berani beradu pandang dengannya.
Sambil memegang dahi dan mengusap rambutnya, Lana menyeru:
"Untuk apa membalas WA dia. Bukankah dia sudah makmur dengan suami hasil zinahnya!"
"Lana cukup!!" hardik Bu Darmi dengan masih tersedu. "Sudah! Terpenting sekarang kita berkumpul sebagai keluarga lagi."
BACA JUGA:Sungai Yang Meminta Kedatangan
BACA JUGA:Rubik Hati Naras
"Menurutmu demikian??" balas Rizqita lagi. "Sisha hanya hitungan bulan menikah. Setelah itu suaminya menceraikan dia tanpa alasan. Kau tahu??" lanjut Rizqita sambil menunjuk Sisha. " Adikmu itu lontang lantung di Banjarmasin kayak orang hilang. Hampir ia jadi sasaran lelaki hidung belang. Kau tahu...Dia ingin pulang lekas. Tapi kau selalu diam hingga tumbuh suatu kebenaran di hatinya."
"Kebenaran bahwa dia memang pelacur? Bukan begitu Sisha." Mata Lana menatap tajam adiknya.
Sisha tak menjawab. Memang di awal kepulangannya ia telah serahkan segala keterangan dan alasan kepada sahabatnya. Sisha tak mau bicara dengan kakaknya. Percuma.