Maksum Najibut

Ilustrasi Sastra-radarutara.bacakoran.co-

Maksum melangkah ke kanan dan ke kiri. Wajahnya lalu melihat ke belakang, cukup banyak antrean dari makhluk fakir kotor dan bernoda.

"Apakah kau sudah selesai?" tanya penjaga.

"Hei?!!! Aku tak suka mata itu!!! Turunkan karena itu bagian adab" kata Maksum mengajari.

"Semasaku dulu di Yaman, aku dibekali ilmu ragam rupa tentang agama. Budi pekertiku diakui. Masa dewasa aku putuskan hijrah. Ku tinggalkan pohon kurmaku untuk datang ke tanah singkong ini. Perlu kau tahu penjaga, tanpa kurangi rasa hormatku untukmu; aku telah ketahui isi dari catatan itu." Maksum membentangkan tangan dengan jumawa. "Dari yang masih dalam buaian hingga manula sebut namaku, Maksum Najibut; insyallah rahmat dan keselamatan untuk mereka."

BACA JUGA:Penjamah di Tanah Tuah

BACA JUGA:Perempuan Penggenggam Pasir

Penjaga menyungging.

"Dalam buku ini, kau senang jika santri membasuh kakimu dan minum air dari basuhan itu."

Maksum tertawa. 

"Ingat saat bahtera Nuh  diejek bahkan diberaki kaum jahilliyah. Tuhan turunkan bala berupa penyakit gatal kepada kaum laknat itu. Beragam obat telah diupayakan tapi nihil. Hingga salah satu dari mereka yang ingin berniat jahat kembali lalu tergelincir dan masuk ke dalam ruang kapal yang kotor.  Kun Fayakun!!! Sembuh orang itu. Maka berbondong-bondong musrikin itu mengambil kotoran untuk obat. Sampai bersih,air bekas lap kotoran itu pun masih mengandung mukjizat."

"Pertaliannya?"

"Dengarkan aku. Jangan kau potong, wahai zat tanpa nafsu!" hardik Maksum. Dia lalu berdiri sejajar dengan orang di belakangnya.

BACA JUGA:Sungai Yang Meminta Kedatangan

BACA JUGA:Rubik Hati Naras

"Manusia perlu yang namanya perantara suci  tentang apa yang ia munajatkan. Akulah orang itu hei penjaga. Maksum wali mereka. Maksum yang akan jadi gawang neraka untuk kaumnya. Maksum yang disayang Tuhannya. Atas seizinnya juga, bisa ku pindahkan telaga zam-zam ke negeriku untuk ku sirami pohon singkong itu!"

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan