Caow Eng Bio, Jejak Sejarah Konghucu di Pulau Dewata

Kelenteng Caow Eng Bio. Bangunannya mengadopsi arsitektur khas Tiongkok seperti bagian atap melengkung, dan ukiran naga pada beberapa sudut atap. -WIKI COMMON-

BACA JUGA:Kembalinya Sang Ganesha

BACA JUGA:Kembalinya Candi Lumbung ke Desa Sengi

Bangunan kecil dengan altar pemujaan tadi merupakan tempat mereka mengungkapkan rasa syukur kepada Dewi Laut karena telah melindungi perjalanan di lautan.

Setelah sekian lama hanya berbentuk bangunan kecil, pada 1800-an, kelenteng diperbesar setelah mendapatkan hibah lahan dari Raja Badung Ida Cokorda Pemecutan ke-10.

Sejumlah barang di Caow Eng Bio didatangkan langsung dari daratan Tiongkok seperti lonceng yang telah berusia di atas 200 tahun, prasasti batu di depan kelenteng bertuliskan nama-nama marga penyumbang pembangunannya.

Prasasti dibuat di Tiongkok pada 1879 dan dipasang di Tanjung Benoa pada 1882. Altar persembahyangan utama yang telah berusia ratusan tahun juga dibuat di Tiongkok.

BACA JUGA:8 Daftar Makanan Tertua di Dunia, Salah Satunya Ada yang Berusia 14 Ribu Tahun!

BACA JUGA:Mandok Hata, Memupuk Keindahan Tahun Baru ala Suku Batak

Seluruh barang yang didatangkan dari bumi Tiongkok tadi terjadi ketika masa pemerintahan ke-8 Kaisar Guangxu. Sejumlah barang dan prasasti beraksara Tionghoa sempat disembunyikan pengelola kelenteng karena dilarang pada masa Orde Baru.

Sebelum kembali dipasang usai runtuhnya Orde Baru, prasasti dari batu pualam itu sempat patah menjadi tiga bagian seperti yang disaksikan oleh siapa saja yang berkunjung ke kelenteng ini.

Selain prasasti, di halaman kelenteng tertua kelima di Nusantara ini juga terdapat bangunan pagoda. Sedikit keluar dari bangunan inti kelenteng, ada bangsal untuk balai pertemuan warga dan patung perahu berkepala naga.

Menariknya, pintu gerbang luar kelenteng dibangun berbentuk gapura beronamen khas Bali, seperti yang kerap disaksikan ketika akan memasuki bangunan pura atau rumah adat setempat. Kelenteng ini menjadi salah satu objek wisata religi andalan Pemerintah Kabupaten Badung.

BACA JUGA:Harmoni Alam dan Tradisi Adat Suku Kajang

BACA JUGA:Dusun Wotawati Mengejar Sang Mentari

Tak hanya umat Konghucu saja, karena warga dari agama lain sering berkunjung ke rumah ibadah ini untuk berwisata sambil menikmati kemegahan bangunan buah karya tangan-tangan terampil dari ratusan tahun lampau dan masih terjaga sampai hari ini.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan