Caow Eng Bio, Jejak Sejarah Konghucu di Pulau Dewata

Kelenteng Caow Eng Bio. Bangunannya mengadopsi arsitektur khas Tiongkok seperti bagian atap melengkung, dan ukiran naga pada beberapa sudut atap. -WIKI COMMON-

Masyarakat keturunan Hainan memanggilnya dengan nama Caw Mae Thab Thim, sedangkan warga keturunan yang mendiami Pasar Wang Thong di Provinsi Phitsanulok lebih suka memanggilnya Caw Mae Thong Kham.

Shui Wei Sheng Niang adalah dewi yang dipuja oleh masyarakat asal Hainan di seluruh dunia, utamanya pada daerah-daerah di tepi laut.

BACA JUGA:Menilik Tradisi Barapen : Tradisi Unik Bakar Batu Masyarakat Papua Jelang Perayaan Natal

BACA JUGA:Menilik Tradisi Barapen : Tradisi Unik Bakar Batu Masyarakat Papua Jelang Perayaan Natal

Umat Konghucu asal Hainan memujanya bersama Ma Zu atau Tian Shang Sheng Mu, dewi baik hati penolong para nelayan di lautan dan pelindung etnis Tiongkok di Asia Tenggara.

Dewi Laut Shui Wei Shen Niang yang hari ulang tahunnya dirayakan tiap tanggal 15 bulan 10 Imlek juga kerap disandingkan oleh umatnya bersama 108 Xiongdi Gong atau 108 Pahlawan Suci.

Tak hanya patung Dewi Laut, 108 Xiongdi Gong, dan Ma Zu saja, karena di Caow Eng Bio juga terdapat altar pemujaan bagi sejumlah dewa atau dewi lainnya seperti Dewa Naga, Cao Eng Kik Liek, dan Dewi Kwan Im.

Seperti dikutip dari Chinatownology, Caow Eng Bio dibangun oleh para pelaut Hainan asal Desa Dong Chiao, Kabupaten Wenchang, Tiongkok pada 1548 lampau. Para pelaut inilah yang turut menyumbang papan nama di gerbang kelenteng.      

BACA JUGA:Memeluk Masa Lalu Merajut Masa Depan

BACA JUGA:Kacapi Buhun hingga Carita Pantun, Keluhuran Nilai Masyarakat Banten

Hal itu diperkuat oleh pengakuan Dewan Pertimbangan Caow Eng Bio, yakni Nyoman Suarsana Ardika, yang merujuk pada sebuah prasasti milik kelenteng.

Sebelum berdirinya kelenteng, para pelaut Hainan hanya memanfaatkan sebuah bangunan kecil sebagai lokasi persembahyangan.

Ini lantaran mereka hanya sebentar saja berada di Tanjung Benoa, baru 2-3 bulan kemudian kembali lagi.

Kawasan Tanjung Benoa sejak lama dijadikan para pelaut Hainan sebagai lokasi berlindung dari hantaman badai dan angin barat saat berlayar.

Bahkan, mereka jauh lebih dulu menginjakkan kaki dibandingkan warga asli Bali lantaran kawasan tersebut masih berupa hutan lebat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan