Uang Kembalian Diganti Permen, Pedagang Bisa Didenda Rp 200 Juta
ILUSTRASI-detik.com-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Pasti pernah mengalami! uang kembalian yang diganti permen. Perilaku dagang semacam ini, termasuk dalam praktik culas. Pelanggaran! Sanksinya mulai dari denda hingga pidana.
Kasuistik semacam ini, dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Sanksinya mengancam denda sampai dengan Rp 200 juta, juga ancaman 1 tahun penjara.
Celakanya, praktik semacam ini dianggap lumrah. Bahkan dalam situasi antrean, justru dimanfaatkan pelaku usaha, untuk membuat sebuah situasi permakluman.
Ini terkait dengan kasus pengembalian atau sosok, atas transaksi yang lazim dijumpai di retail atau gerai dagang modern.
BACA JUGA:DTPHP Bengkulu Utara Keluarkan Surat Edaran untuk Pedagang Ternak
BACA JUGA:Dinas Pertanian Ingatkan Pedagang Ternak Urus SKKH
Uang kembalian yang wajib ditunaikan pedagang dengan rupiah, justru dikonversi dengan permen. Tak jarang, kembalian senilai 500 rupiah dengan tanpa segan, seorang kasir menggantinya dengan 2 buah permen.
Dengan dalih, ketiadaan uang koin. Kejadian yang nyaris dianggap lazim, kemudian dimanfaatkan pedagang culas itu adalah tindak pidana.
Kapolres Bengkulu Utara (BU), Ajun Komisaris Besar Polisi, Lambe Patabang Birana, SIK, MM, saat dibincangi soal ini menyampaikan, lalu lalang transaksi keuangan sudah secara lugas dan tegas diatur dalam UU Mata Uang.
Sejumlah hak dan kewajiban setiap warga negara atau para pihak dalam transaksi, sudah diatur sedemikian rupa dalam regulasi yang sudah berumur 13 tahun itu.
BACA JUGA:Wujudkan Pasar Tertib Ukur, Disperindag Cek Timbangan Pedagang di Pasar Lubuk Sanai 3
BACA JUGA:Tata Pantai Panjang, Pembangunan Auning Pedagang Mulai Dikerjakan
Dijelaskan Kapolres, larangan sudah ditegas pula dalam beleid tersebut, sebagai alat mengatur transaksi keuangan yang sah di Indonesia.
Mengedukasi, Kapolres juga menjelaskan sejalan dengan aturan tersebut, setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kecuali, kata dia lagi, karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah. Sebagaimana ditegas dalam Pasal 23 ayat (1).