RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Publik nasional kembali heboh, perihal penjelasan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, yang menilai seorang caleg terpilih dapat tidak dilantik serentak.
Pelantikan secara tidak bersamaan itu, ketika yang bersangkutan menjadi kontestan di Pilkada 2024 dan dari kontestasi itu yang bersangkutan kelah dalam perhelatan.
Dalam warta saluran utama, Hasyim menyadur sikapnya itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi atau MK Nomor 12/PUU-XXII/2024.
Putusan itu, terkait dengan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
BACA JUGA:Juni MK Bakal Putus Kisruh Tabat Lebong-Bengkulu Utara
BACA JUGA: Masjid Agung dan Masjid Darussalam Titik Kumpul Keberangkatan CJH Mukomuko
Poin dalam sengketa konstitusi itu, terkait dengan aturan soal pengunduran diri Calon Anggota DPR, DPD, dan DPRD Dalam Pilkada
Atas perkara tersebut, MK kemudian menyimpulkan sekaligus memutuskan menolak untuk seluruhnya.
Poin yang tengah menjadi perbincangan hangat saat ini adalah caleg terpilih yang mencalonkan diri di Pilkada, tidak perlu mundur.
Konon, pelantikan belakangan atau tidak serentak, bisa dilakukan ketika caleg itu nantinya ternyata tidak kalah dalam kontestasi.
Lantas apa saja yang ditegaskan dalam poin putusan MK yang dijadikan dasar sikap Ketua KPU itu?
BACA JUGA:Bawaslu Mukomuko Rekrut 32 Panwaslucam Pilkada Jalur Existing
BACA JUGA:Beratnya Syarat Pencalonan Jalur Independen, Kesempatannya Hingga Pukul 23.59 WIB Malam Ini
Perkara konstitusi itu, dimohonkan oleh Ahmad Al Farizy yang diketahui beralamat di BTN Bontokamase, Blok E/4 Nomor 6, Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan; dan
Nur Fauzi Ramadhan, yang berlamat Jalan Terogong III/26, RT 09 RW 10, Cilandak, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.