
Tidak mudah secara fisik dan psikis, moril dan materil pasca aktivitas eksplosif vulkanik yang terjadi 17 Maret 1963 silam, membuahkan suatu yang patut dibanggakan di kemudian hari.
Catatan-catatan dalam capaian prestisius, harus menjadi ingatan dan motivasi, kata Made. Sebuah keluarga rombongan Transmigrasi Koga di Rama Agung, mengantarkan seorang putra terbaik yang kelak menjadi orang nomor satu di Pulau Dewata.
Adalah Made Mangku Pastika. Sang Purnawirawan polisi dengan pangkat terakhir, Komisaris Jenderal (Komjen), menjadi Gubernur Bali selama dua periode sejak 2018.
BACA JUGA:Pawai Ogoh-Ogoh Layak Jadi Festival Daerah
BACA JUGA:Hibah Anggaran Rp 1,06 Miliar Belum Cair
Titik nol perjuangan, tak dilupa sang Gubernur. Made, menyempatkan diri berkunjung ke Rama Agung beberapa tahun silam. Mengingat utas sejarah dalam rangka napak tilas perjuangan. Politikus itu pun, sempat menjabat Kapolda Bali sebelum meloncat ke panggung politik, pasca purnatugas dari Korps Bhayangkara.
"Kami bangga dengan capaian-capaian yang ada sampai saat ini. Tentunya menjadi motivasi yang tinggi, dalam menjadi manusia yang bermanfaat selagi hidup," ujarnya.
Maka, ketika letusan Gunung Agung yang kembali terjadi pada 2017 dan 2019 silam, diakui Made, juga memberikan getaran bagi masyarakat Bali di daerah ini.
Catatan kelam dan perih atas derita para leluhur, diisi dengan memanjatkan doa bersama dengan harapan hal-hal buruk di masa silam, tak kembali terjadi.
BACA JUGA:Pawai Ogoh-Ogoh Layak Jadi Festival Daerah
BACA JUGA:Hibah Anggaran Rp 1,06 Miliar Belum Cair
Sikap tenggang rasa dan saling hormat menghormati di daerah ini, turut diapresiasi oleh Made Astawa. Tak pelak, semua aktivitas sosial dapat dilaksanakan dengan seksama, bahkan saling bahu-membahu menyukseskannya.
Maka tidak keliru, terus dia, wilayah ini didaulat pemerintah pusat sebagai kawasan otonom sebagai rule model keberagaman dalam kebersamaan sebagai Miniatur Indonesia.
Sikap tenggang rasa yang tinggi di masyarakat dan didukung pula segenap elemen pemerintahan di daerah, Made bilang, 715 kepala keluarga atau sekitar 2.625 masyarakat Bali di daerah saat ini, memiliki semangat yang tinggi untuk khusyuk melaksanakan Catur Brata Penyepian.
Sejarah inilah yang mewarnai keberadaan masyarakat Bali yang kini menjadi bagian tak terpisahkan di Kabupaten Bengkulu Utara, enam dasawarsa lamanya. Bergumul dalam aktivitas sosial yang beragam, namun sangat terjaga kebersamaan di Desa Rama Agung.
BACA JUGA:Pawai Ogoh-Ogoh Layak Jadi Festival Daerah