
Ogoh ogoh 2025, merupakan keping sejarah perjalanan panjang yang mengguncang Indonesia di Pulau Dewata lebih kurang 62 tahun silam. Tragedi kelam yakni letusan Gunung Agung, Bali pada tahun 1963 menyebabkan kerusakan parah, tidak hanya ekonomi hingga sosial di kawasan itu.
BACA JUGA:Pawai Ogoh-Ogoh Layak Jadi Festival Daerah
BACA JUGA:Hibah Anggaran Rp 1,06 Miliar Belum Cair
Menyikapi situasi pelik, lantaran kondisi kerusakan parah sosial dan ekonomi di sana, Presiden Soeharto, saat itu mengambil langkah dengan menggulirkan Transmigrasi Koga. Koga adalah akronim dari Korban Gunung Agung.
Keping nestapa, diawali dengan amukan vulkanik mematikan Gunung Agung, Bali kala itu. Peristiwa mengerikan dan mematikan ribuan nyawa yang terjadi 1963.
Ledakan yang membuncah, akibat penyumbatan nadi fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava,red) yang memanjang dari kedalaman di bawah lapisan bumi sampai ke permukaan bumi, membuat Gunung Agung meledak dahsyat.
Ribuan nyawa melayang. Tertimpa abu vulkanik panas yang terjadi di masa pemerintahan orde baru (Orba) saat itu. Saking dahsyatnya, amukan material panas sampai dengan abu vulkanik, sampai-sampai nyaris menyelimuti langit di sekitar Klungkung, Karangasem, Buleleng, dan daerah lainnya.
BACA JUGA:Pawai Ogoh-Ogoh Layak Jadi Festival Daerah
BACA JUGA:Hibah Anggaran Rp 1,06 Miliar Belum Cair
Letusan Gunung Agung, menjadi catatan peristiwa vulkanik mengerikan di jagad, selain peristiwa letusan gunung api Krakatau, Toba yang turut mengguncang dunia.
Kini masyarakat Bali di daerah, setidaknya sudah memasuki beberapa generasi. Layaknya Made Astawa yang November lalu didaulat menjadi Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Cabang Bengkulu Utara.
Sosok dari buah cinta pasangan Wayan Dana (alm) selaku ayah dan Ketut Panti, sang ibu, merupakan Bali dari generasi ketiga.
Menoleh ke masa lampau, mantan pejabat eselon II Pemda Bengkulu Utara ini bilang, sesepuhnya itu merupakan objek dari program pemerintah era orde baru atas perpindahan penduduk Korban Gunung Agung, dalam program Transmigrasi Korban Gunung Agung atau yang dikenal Transmigrasi Koga.
BACA JUGA:Pawai Ogoh-Ogoh Layak Jadi Festival Daerah
BACA JUGA:Hibah Anggaran Rp 1,06 Miliar Belum Cair
"Transmigrasi Koga sendiri, setidaknya saat ini sudah memasuki lebih dari generasi ketiga. Kami terus berbaur dalam harmoni. Keberagaman dalam kebersamaan. Dan ini akan menjadi catatan sejarah yang baik, cerita bagi anak cucu dan perkembangan pembangunan di daerah. Karena ini adalah kebanggaan kita bersama. Kebanggaan Indonesia dan seluruh masyarakat," ungkapnya seraya haru.