Mendoakan Kematian?

Ilustrasi-radarutara.bacakoran.co-
Malam itu sekitar pukul 12 malam. Belum genap satu jam Ustaz Solihin memejamkan matanya saat pintu rumahnya diketuk.
“Assalamualaikum.”
Itu salam yang ketiga. Dua salam sebelumnya hanya terdengar samar-samar antara mimpi dan terjaga. Ustaz Solihin menjawab salam itu pelan saja dan lantas berdiri sambil mengucek-ucek matanya yang baru setengah menyala dan mengencangkan sarungnya.
Sang tamu berdiri di depan pintu dengan raut cemas saat Ustaz Solihin membuka gorden jendela yang letaknya tak jauh dari pintu. Tamu itu mengangguk saat sebagian wajah Ustaz Solihin menampak di jendela dan ia pun mundur beberapa jengkal dari pintu saat gagang pintu bergerak ke bawah.
BACA JUGA:Tirani Biru dan Isinya yang Terbelenggu
BACA JUGA:Dendam Seorang Perempuan
“Doakan Bapak saya, Pak. Tolong.”
Permintaan itu meluncur dari mulut sang tamu saat ustaz Solihin membuka pintu. Wajah sang tamu yang cemas bercampur sedih membuat Ustaz Solihin paham belaka dengan apa yang terjadi. Kejadian semacam ini sudah sering ia temui.
“Saya ambil wudu dulu, Mas.” Kata Ustaz Solihin.
Beliau kemudian masuk setelah sebelumnya menyilakan tamunya masuk dan sang tamu enggan. Rupanya sang tamu lebih memilih berdiri di depan pintu, menunduk dan menengok ke sana kemari dengan raut yang masih cemas.
Tak sampai lima belas menit Ustaz Solihin bersiap. Ia keluar dan terlihat rapi mengenakan kopiah hitam, baju putih yang warnanya sudah tidak putih lagi—mendekati kuning—dan sarung samarinda.
BACA JUGA:Dalam Kebisuanku
BACA JUGA:Serambi Mesjid Kami Yang Kotor
Tanpa berkata dan hanya memberi isyarat dengan anggukan kepala Ustaz Solihin dan sang tamu berangkat. Mereka berjalan bersisian di jalan desa yang sepi itu dengan tergesa menuju rumah sang tamu yang letaknya tak begitu jauh.