Belajar dari Sang Gagak

Heri Haliling-Heri Haliling/Dok Radar Utara-
BACA JUGA:Dendam
"Benar. Aku juga mau jawab itu. Ibuku di rumah sering bilang begitu. Tapi mau bagaimana ya? lidah itu kaya spontan berucap sendiri" kata Nuri sambil menggaruk belakang kepala dan sedikit menjulurkan lidahnya.
"Bu Guru" suara Gagak memanggil sambil acungkan jari.
"Ya..Silakan Gagak?"
"Menurut saya pada hakikatnya setiap makhluk itu diciptakan sepasang untuk teman diskusi. Gak beda dengan panca indera, Bu. Sebagai makhluk kiranya kita tidak boleh langsung membenarkan pendapat sendiri. Kita perlu musyawarah untuk menimbang pendapat yang paling baik dan tidak merugikan yang lain. Lidah cencerung tak punya teman diskusi makanya kelakukannya kerap melukai. Tapi banyak juga Bu, lidah yang mau dengerin nasihat hati daripada langsung mengikuti kehendak otak. Lidah begitu pasti kepunyaan makhluk yang bijak."
Mendengar uraian Gagak suasana sekejab hening. Dari yang tampak sekarang ialah semua burung menampilkan mata besar penuh kekaguman.
BACA JUGA:Belenggu Sistem
BACA JUGA:Cecep Ingin Menjadi Kaya
"Bagus sekali, Gagak" puji Bu Guru Elang yang begitu puas.
"Benar, Bu. Tak ku sangka Gagak itu bijak" tukas Nuri.
"Iya. Ya.." seru yang lain.
"Gagak? Aku Nuri minta maaf atas ejekanku tadi ya?"
"Aku juga, Gagak" serobot Kakatua. "Apa yang kamu bilang itu benar. Kesombonganku hanya membuat aku malu sekarang."
"Tepuk tangan untuk kalian" pinta Bu Guru spontan.
Semua burung bertepuk tangan mengikuti arahan.