Belenggu Sistem

Khaerul Majdi-ist-
“Saya ini orang penting, Amir. Apa yang saya tidak tahu tentang semua kasus ini.” Pak Sarni, laki-laki gembrot berkumis tebal yang berusia hampir setengah abad itu mencoba meyakinkan Jaksa Amir.
“Jika kau benar-benar tega dengan Mage, bawa saja kasus ini ke pengadilan,” desak Pak Sarni dengan nada mengancam.
“Tapi ingat, adikmu itu bakal terancam dan nama baikmu sebagai kepala Jaksa juga akan tercoreng karena adikmu juga terlibat.”
BACA JUGA:Cecep Ingin Menjadi Kaya
BACA JUGA:Ibu, Pematang Sawah dan Cerita Seorang Gadis
Mendengar ucapan Pak Sarni, Jaksa Amir tertegun diam. Bibirnya mengatup, mukanya pucat dan sayu seperti bunga-bunga taman yang layu dan enggan merekah lagi.
Hatinya bercampur antara rasa marah dan ragu-ragu. Sebab, Mage yang ia kenal adalah adik yang bakti dan jujur. Baru kali ini, ia geram dengannya. Tapi, bantinnya masih saja menggerutu.
“Ini tidak mungkin!”
“Saya tidak ingin memaksamu, Amir.”
Dengan bertongkat lutut, ia dengan santai menatap Amir. Jaksa Amir semakin gentar. Kegentaran itu semakin pengap oleh kepulan asap cerutu yang keluar dari mulut Pak Sarni. Sambil melatuk abu yang memanjang di asbak, ia menatap tajam kedua mata Jaksa Amir yang sedang berkaca-kaca.
BACA JUGA:Dendam
BACA JUGA:Di Balik Pintu Hotel Melati
Jaksa Amir tidak tahu bahwa orang penting yang ia datangi juga seorang pemain handal yang datang dengan topeng baru, wajah lama. Sebenarnya Jaksa Amir kenal Pak Karni baru-baru ini.
Sepekan sebelum kasus Moi hangat dibicarakan. Ia mengaku sebagai agen khusus yang juga menyelidiki kasus Moi. Tak mau menghabiskan waktu lama, ia bersepakat untuk menjadi mitra untuk mengungkap kasus ini.
“Bagaimana Pak Sarni, aman?” dengan gelagat culas, Moi menaruh satu koper berisi uang di atas meja kerja Pak Sarni. Wajah girang tampak begitu cerah dari laki-laki gembrot berkumis tebal itu.