Sungai Yang Meminta Kedatangan

Ilustrasi-ist-

"Mengapa juga masih tinggal di sini! Heran? Sampai sekarang RT nggak ngusir dia dan bapaknya."

Ledekan dan cemoohan kompak mengisi keseharian Kinong dan Bapaknya. Jika sudah begitu, Kinong hanya melipat tangan, merendam kepala dalam sela dua lututnya yang ditekuk. 

"Hentikan! Hentikan!" sergah Pak Prehatin yang baru datang.

"Nah. Makin jelas bukan? Anakmu nggak tau diadap! Itulah kalau keluarga ngeyel dan terus meras orang! Sial terus seumaran!" timpal seorang tetangga.

Pak Prehatin tak menggubris. Ia hanya mendekati Kinong, menariknya untuk bangun.

BACA JUGA:Wanita yang Nglungsungi Seperti Ular

BACA JUGA:DI NEGERI PARA PESOLEK

"Lelaki jangan cengeng. Panjang perjalananmu! Sekarang ayo masuk."

Dengan diteriaki "Huuuuuu!!!" Ayah dan anak tersebut melangkah kaki ke dalam rumah.

Di dalam rumah yang mayoritas berbahan kayu itu sang ayah duduk bersila. Sambil menaruh satu bungkus bakso pada sebuah mangkok, mata Pak Prehatin sekejap memperhatikan  lantai di tengah ruangan yang bisa dibuka tanpa paku. Di bawahnya air pasang dan  tampak kisaran setengah lengan saja. Perlu perbaikan, pikirnya.

"Kalau hari-hari kamu isi dengan kesedihan tanpa mau mencari kedamaian itu rugi, Nong. Hidup memang begitu. Ledekan dan makian itu yang buat kita kuat. Nih makan, bapak beri banyak cabe biar kamu semangat."

Kinong yang semula muram mendadak antusias karena tergiur aroma kuah bakso. Ia pun meraih satu sendok dan mencicipi kaldunya. Terasa langsung menjalar dan menghangatkan setiap otot dalam tubuhnya.

BACA JUGA:Rubik Hati Naras

BACA JUGA:SESUATU DALAM MAHKOTANYA

"Bagaimana kali ini, Pak?"

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan