Delapan Prioritas Pembangunan Agraria dan Tata Ruang
Seorang petani membajak sawah menggunakan traktor di Desa Gadabung Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. Selain mempermudah pekerjaan selesai lebih cepat, mesin traktor membantu petani untuk menyuburkan tanah. -MC Kalteng/Ahmad saifuddin/Ferawati.-
Untuk itu, pemerintah membentuk Tim Percepatan Reforma Agraria pada Oktober 2024 sebagai pengembangan dari Gugus Tugas Reforma Agraria dengan menambahkan unsur dari Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, dan TNI. Pada kesempatan Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, pada Rabu, 30 Oktober 2024, memaparkan Program 100 hari kementerian yang dipimpinnya.
Setidaknya ada delapan program Kementerian ATR/BPN kabinet pemerintahan Presiden Prabowo Subianto- Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Kerangka acuan penyusunan program RPJMN 2025-2029 dari ATR/BPN adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045 yang telah disahkan oleh DPR.
BACA JUGA:Pemanfaatan Lahan Kering, Peluang Besar Pertanian Indonesia
BACA JUGA: Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan
“Kami tambahkan dengan visi-misi Pak Prabowo dan Mas Gibran yang telah dimasukkan ke KPU serta masukan dari masyarakat,” ujar Menteri Nusron.
Di awal tugasnya, Menteri ATR/BPN telah berkoordinasi dengan sejumlah kementerian/lembaga (K/L) untuk menguatkan implementasi dari reforma agraria dan tata ruang.
Seperti dengan Kepolisian RI, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Perumahan dan Permukiman Rakyat, dan Kementerian Pertahanan.
Sedikitnya ada delapan program prioritas yang akan dilakukan Kementerian ATR/BPN dalam 100 hari pertama. Pertama, menata ulang sistem dan tata cara pemberian, perpanjangan, dan pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU) yang lebih berkeadilan, mengarusutamakan keadaan pemerataan, tetapi tetap menjaga kesinambungan perekonomian.
BACA JUGA:Inovasi Menuju Pertanian Unggul
BACA JUGA:Kopi dan Coklat Jadi Dua Permata Ekspor Pertanian yang Siap Guncang Dunia
Kedua, menyelesaikan persoalan pendaftaran dan penerbitan sertifikat HGU untuk 537 badan hukum yang sudah mempunyai Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit. Berdasarkan data dari tahun 2016 hingga Oktober 2024, tercatat ada 537 perusahaan kelapa sawit yang memiliki IUP tapi tidak memiliki HGU. "Ini yang mau kita tertibkan dalam waktu 100 hari ini harus tuntas, kalau ditotal jumlahnya ada 2,5 juta hektare," jelas Menteri ATR/Kepala BPN.
Menurut Menteri Nusron, penertiban dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang telah ada sebelumnya, yakni Keputusan Mahkamah Konstitusi tanggal 27 Oktober 2016 terkait Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 41.
Hal ketiga, menyelesaikan pendaftaran tanah ulayat masyarakat hukum adat untuk menghindari konflik dengan badan hukum di kemudian hari. Keempat, inovasi pengelolaan dan pemanfaatan tanah wakaf produktif sehingga berguna bagi kemaslahatan umat.
Kelima, menyelesaikan pendaftaran 1,5 juta bidang tanah untuk mencapai target 120 juta bidang tanah pada 2024. Keenam, pemenuhan target 104 kantor pertanahan sebagai kabupaten/kota lengkap pada 2024. Ketujuh, koordinasi secara vertikal maupun horizontal terkait penyiapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan terintegrasi dengan online single submission (OSS).
BACA JUGA:Potensi Ekspor di Bidang Pertanian dan Bagaimana Indonesia Dapat Menembus Pasar Global