Setelah Hujan Selepas Perpisahan

Sabtu 22 Jun 2024 - 18:40 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Ependi

Tubuh bayinya pernah ditemukan warga di pojokan warung sebelah selokan di gang masuk permukiman padat. Hingga akhirnya ia dititipkan ke dinas sosial. Setahun berselang ia diadopsi sepasang guru PNS yang lima belas tahun menikah dan belum punya anak.

Ia bisa saja melanjutkan sekolah atau kuliah. Namun, ia tahu diri. Orangtua angkat itu tentu saja bukan bapak ibu kandungnya. Ia ingin bekerja. Merangkai kisah hidupnya sendiri tanpa ingin merepotkan orang lain. Gera? Sejenak ia mulai mengira.

BACA JUGA:Wacanakan Pengadaan Peralatan Uji Emisi Kendaraan

BACA JUGA:Bisik-Bisik Soal Motor Dinas Kades, Kapan Dibagikan?

Rhien, tahukah kamu seorang tua renta di teras depan di mana engkau bekerja. Bukankah sering kau lihat bapak-bapak bertopi, kaus oblong lusuh dan celana pendek hitam dekil.

Sejatinya aku ingin memelukmu dan mengatakan, “Nak, maafkan ayah yang telah menyia-nyiakanmu.” Ibumu pergi karena aku hobi berjudi dan mabuk-mabukan. Kau ada di rahim ibumu sebelum pernikahan dilaksanakan.

Aku lupa bahwa waktu begitu cepat berlalu dan sesal selalu datang di belakang. Sekali lagi aku ingin bilang padamu, benda yang paling berat di semesta ini bukan batu, bukan besi, bukan gunung, tetapi penyesalan.

Aku menyesal melakukan semuanya di masa mudaku yang cepat berlalu tanpa tahu jika masa tua harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Tak menyangka jika kau telah tumbuh begitu cepat, begitu cantik.

BACA JUGA:Pasca Audiensi, Masyarakat Datangi Galian C di Desa Air Berau

BACA JUGA:Bagaimana Nasib Program Seragam Sekolah Gratis?

Seandainya dulu ayah menurut perkataan ibumu, tentu ayah masih bisa merawatmu dan kita akan jadi keluarga yang bahagia. Nyatanya, lingkaran judi daring memang telah membutakan mata ayah. Ayah menjadi malas bekerja dan menggantungkan nasib dari sebuah pertaruhan.

Judi. Bisnis ayah bangkrut, mobil dan rumah terjual, apartemen pun tergadai. Ayah adalah lelaki paling pecundang di muka bumi ketika itu. Sejak kau hampir lahir, ayahmu bangkrut lebih dulu.

Ibumu kabur membawamu yang masih dalam perut karena yakin, kau akan hidup sengsara jika terus bersamaku. Dan ketika itu aku terus mencari jejakmu. Sampai bertemu seorang guru yang bilang jika kau bekerja di kafe ini.

Sayang, aku malu untuk mengatakan jika aku ini ayahmu. Ayah malu dengan segala masa lalu itu. Ayah malu tidak bisa menjadi teladan yang baik untukmu. Barangkali ini surat yang terakhir dariku. Surat ke-21.

BACA JUGA:Rp2 Miliar Dana BTT Mukomuko Masih Utuh

BACA JUGA:Puluhan Anak Menikah di Bawah Umur

Kategori :

Terkait

Minggu 15 Sep 2024 - 19:31 WIB

DI NEGERI PARA PESOLEK

Sabtu 14 Sep 2024 - 21:06 WIB

Sebelum Pandemi dan Sesudah Itu Mati

Sabtu 24 Aug 2024 - 19:38 WIB

Love or Ghosting