BACA JUGA:Celurit Matrah
BACA JUGA:Defisit Kebudayaan: Sastra dalam Bayangan Pasar dan Prinsip 5W-1H
Mau risih juga susah melihat tingkah mereka yang sedikit sinis dalam membaca keadaan kekumuhan ini.
"Kalau boleh tahu mengapa suami Anda nekad begitu?"
"Depresi karena kebangkrutan perusahaan, Pak?" timpal salah satu pria.
Si pria muda segera membuka koper. Tampak deretan rapih dan wangi lembaran ratusan ribu. Bergepok-gepok malahan.
"Saya tidak bermaksud lancang. Tapi alangkah baiknya bapak cek di dalam saja. Apakah uang ini kurang atau cukup."
BACA JUGA:Kembali ke Laut
BACA JUGA:Ibu Sambung
Melihat gesture ketiganya yang benar-benar alergi dengan debu dan udara sekitar sini sungguh konyol jika malah makin dalam memamerkan kemiskinan Pak Prehatin.
"Cukup, Mas. Saya percaya. Taruh di dalam saja. Maaf, ruangannya berantakan."
Pria muda tersenyum kecil lalu masuk ke dalam rumah untuk menaruh koper.
Pak Prehatin kemudian mengucapkan terima kasih beriring dengan langkah pergi ketiga tamu spesialnya. Sesuai janjinya, siang ini Pak Prehatin akan langsung menyisir sungai untuk menemukan jasad Pak Birma, suami dari perempuan yang menangis tersebut.
Merambat siang sambil melajukan sampan, Pak Prehatin memikirkan Kinong yang belum pulang. Mungkin dia bermain bola saat ini, gumamnya.
BACA JUGA:FATAMORGANA BRAVIA MANJIA
BACA JUGA:LELANANGE JAGAD MERINGKUK DI KOSAN