Maka pendekatan moral keagamaan hingga sosio kultural, kata dia, menjadi satu hal yang sangat penting. Karena kalau perangkat aturan, sudah sangat lengkap. Tapi persoalan utamanya adalah memiliki ketangguhan diri untuk tidak pungli adalah satu hal yang membutuhkan keberanian dan sikap yang luar biasa.
BACA JUGA:Saber Pungli Geber Aksi Pencegahan
BACA JUGA:Saber Pungli BU Mampu Pertahankan Prestasi
"Karena pungli itu bisa melalui hal-hal yang diatur oleh regulasi. Juga bisa terjadi pada sektor-sektor yang belum diatur oleh regulasi. Disanalah letaknya integritas," jelasnya.
Kembali mengulas, Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) atau https://pusiknas.polri.go.id/, menegasi soal praktik pungli.
Dijelaskan, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, pelaku pungli dijerat dengan Pasal 368 ayat 1. Beleid itu berbunyi "Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Akan tetapi, masih dalam laman itu menjelaskan, jerat hukum itu berlaku untuk pelaku pungli yang bukan termasuk anggota pihak berwenang atau pemerintahan. Misalnya preman.
BACA JUGA:BPS Gelar FGD Publikasi Bengkulu Utara Dalam Angka 2024
BACA JUGA: FGD KPU, Satukan Persepsi Cegah Konflik Pemilu 2024
Apabila pelaku merupakan pejabat, aparatur sipil negara, atau penegak hukum, praktik pungli, dapat ditindak sesuai dengan aturan dalam badan pemerintahan.
Misalnya kepolisian. Anggota polisi yang melakukan pungli ditindak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Sanksinya beragam. Maksimal: pemecatan. (adv)