Bukan Dia, Romeomu
Ilustrasi-Radar Utara-
Di balik jendela kamar yang sekarang Mira tatap hanya gerumulan tanaman liar bercampur semak belukar.
"Aku belikan kau makan malam. Ku taruh di meja ini"
BACA JUGA:Situs Megalitikum di Sulawesi Tengah: Warisan Peradaban Pra-Aksara
BACA JUGA:Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia Terus Mengalami Perbaikan
Mira masih memperhatikan lingkungan liar itu . Gilanya dia lakukan itu hampir seharian. Dia lelah.
Berontakpun percuma. Habis telah ia tumpahkan dari pagi tadi. Dia tak merespon Dago. Terlalu tidak masuk akal bagi dirinya untuk tinggal terkurung di sini.
"Jangan terlalu kau pandang. Sudah ku bilang, di luar itu hutan. Lebih aman di sini. Vila ini cukup jauh dari jalan utama. Melintas ke sana sendirian atau jalan kaki hanya akan menjadi daging empuk beruang atau macan."
Tangan Mira meremat jengkel. Tahan. Tahan. Tak perlu kau respon bedebah ini Mira. Tetap berpikiran positif, batin Mira.
"Apakah malam ini kau sudah menerima cintaku?" tanya Dago lagi.
BACA JUGA:Pinang Indonesia, dari Tradisi Kunyah hingga Ekspor Bernilai Triliunan
BACA JUGA:Industri Alat Angkut Indonesia 2024: Kontribusi dan Tantangan
Mira menggeleng -geleng muak. Sama seperti sejak awal dia sampai di sini. Momentum dari pertanyaan terkutuk itu adalah berdesak desakannya kata di mulut. Sialan! Jika ia tak hamburkan, malah membuat kerongkongannya menjadi sakit. Dago berhasil mencuri respon Mira melalui kalimat terkutuknya.
Dengan posisi masih membelakangi; sambil ia gigit bibirnya karena kesal, Mira membalas:
"Kau masih ingin tahu jawabannya?? ujar Mira. Kali ini dia membalik. Dari yang ia lihat, Dago tengah duduk di sebuah kursi usang.
Dago menatap Mira tanpa hawa melukai. Sementara Mira ingin Dago tahu apa yang ia rasakan.