Jalani Profesi, Seorang Advokat Diduga Dikriminalisasi
Para advokat saat menyampaikan dugaan kriminalisasi pada profesi advokat-Radar Utara / Doni Aftarizal-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Seorang advokat, Dummi Yanti diduga telah dikriminalisasi saat menjalankan profesinya sebagai seorang advokat di wilayah hukum Kabupaten Kepahiang.
Ini terungkap dalam pernyataan sikap yang ditandatangani sembilan advokat yakni Abu Yamin, Nazlian R, Rizki Dini Hasanah, Adillah Tri Putra Jaya, Elfahmi Lubis, Evi Elvina Dwita, Fitriansyah, Sugiarto, dan Benny Hidayat, Rabu 15 Oktober 2025.
Perwakilan Advokat, Abu Yamin mengatakan, dirinya selaku kuasa hukum menyoroti proses hukum yang menimpa rekannya sesama advokat, Dummi Yanti yang saat ini tengah menjalani pemeriksaan di Polres Kepahiang sebagai terlapor.
"Rekan kita ini (Dummi, red) merupakan kuasa hukum dari Risma Lisia Chintami, berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 25 Juni 2025, terkait perkara yang terdaftar dengan Nomor LP/B/88/V/2025/SPKT/POLRES KEPAHIANG/POLDA BENGKULU," ungkap pria yang akrab disapa Omeng ini.
BACA JUGA:Teken MoU dengan APDESI, IKADIN Bengkulu Siapkan 100 Advokat
BACA JUGA:Kriminalisasi Keputusan Administratif
Menurut Omeng, dugaan kriminalisasi ini bermula saat proses mediasi yang berlangsung di rumah seorang warga bernama Ujang, pada 2 Juli 2025 dan merupakan bagian dari pelaksanaan tugas profesional sebagai advokat.
"Hanya saja dalam proses mediasi tersebut justru direkam secara sepihak, oleh pelapor tanpa izin," kata Omeng.
Tentu, lanjut Omeng, tindakan itu dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap privasi rekannya sesama profesi advokat tersebut.
“Waktu itu sudah disampaikan keberatan direkam, tetapi pelapor tetap mengarahkan kamera ke wajahnya. Waktu itu rekan kita ini hanya berdiri dan menutupi kamera tanpa melakukan kontak fisik sama sekali,” jelas Omeng.
BACA JUGA:Teken MoU dengan APDESI, IKADIN Bengkulu Siapkan 100 Advokat
BACA JUGA:Kriminalisasi Keputusan Administratif
Meskipun demikian, sambung Omeng, rekannya ini tetap menyesalkan karena proses hukum tetap berlanjut, dan didug penanganan perkara ini sarat dengan kejanggalan.
“Padahal, pelapor dan terlapor sudah sepakat berdamai pada 5 Juli 2025 di Kantor Desa Kampung Bogor, Kepahiang. Kesepakatan itu tertuang secara tertulis, ditandatangani di atas materai, serta disaksikan langsung kepala desa dan saksi-saksi,” papar Omeng.