Bunyi Meteran Listrik Prabayar dan Pelanggaran UU Perlindungan Konsumen

Bunyi Meteran Listrik Prabayar dan Pelanggaran UU Perlindungan Konsumen-Radar Utara/Benny Siswanto-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Bunyi alarm pada meteran listrik token atau prabayar, kian menjadi persoalan sosial di masyarakat sebagai konsumen. Apa saja hak konsumen menurut UU perlindungan konsumen?.
Secara umum, prinsip penyelenggaraan bisnis yang bertanggungjawab di Indonesia ini, dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Bukan tidak mungkin, kedepan ketika PLN mengabaikan kenyamanan pelanggan ini, akan menjadi persoalan sosial yang dapat melanjut pada gugatan hukum. Dering alarm yang menggema, justru dapat menimbulkan efek psikis di masyarakat yang harus segera dibenahi oleh PLN di sektor pelayanan.
Padahal, produk listrik token ini didesain awal untuk meminimalisir praktik pencurian arus hingga menekan angka tunggakan tagihan listrik. Tapi, persoalan muncul, salah satunya adalah soal bunyi bising pada meteran, ketika jumlah token berada pada angka tertentu.
BACA JUGA:Berharap DPRD Bengkulu Utara Mendorong PLN Atasi Krisis Daya di Marga Sakti Sebelat
BACA JUGA:Truk Hantam Tiang PLN & Terguling, Suplai Listrik Terhambat
Seorang pengguna listrik token, Alfian Yudiansyah, menilai PLN sebagai pengelola listrik perlu mulai memikirkan dampak sosial, khususnya soal munculnya bunyi bising pada kWh meter prabayar atau token.
Dia bertutur, sistem token sudah menjadi langkah tepat menekan praktik tunggakan listrik pelanggan. Namun begitu, kenyamanan pelanggan, kata dia, perlu juga diperhatikan oleh PLN.
"Karena kebisingan bunyi alarm yang muncul pada kuota listrik tertentu, membuat ketidaknyamanan pelanggan atau tetangga pelanggan," ungkapnya.
Menurut dia, raungan bising suara alarm kwh listrik, terlebih di malam hari patut diduga terabaikan PLN sebagai bagian dari ketidaknyamanan yang mestinya menjadi prioritas bagi konsumen.
BACA JUGA:PLN Diminta Tuntaskan Jaringan Listrik Tanjung Kemenyan Sampai ke Pemukiman
BACA JUGA:Tahun 2025, Berharap PLN Lanjutkan Pembangunan Jaringan di Tanjung Kemenyan
Di satu sisi, konsumen listrik sendiri turut berkontribusi dalam pembangunan, dengan adanya penerapan Pajak Penerangan Jalan Umum yang menjadi pundi-pundi penerimaan asli daerah sebesar 10 persen dari jumlah pengguna listrik baik pra bayar atau pun pascabayar.
Menyikapi kondisi ini, menurut Alfian, sedianya PLN sudah harus memiliki sense of crissis atas persoalan sosial yang timbul. Jauh lebih baik, kata dia, PLN lebih menerapkan lambang, sehingga pelayanan listrik dilakukan dengan mengedepankan kenyamanan dan privasi.