Pemkab Terlibat, Waktu Garap Hutan Sosial 35 Tahun!
Hutan kawasan di Bukit Barisan yang diambil gambarnya dari areal persawahan Kemumu, Kecamatan Arma Jaya Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu-Radar Utara/Benny Siswanto-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Pemerintah daerah terlibat membantu percepatan akses dan peningkatan kualitas pengelolaan perhutanan sosial (PS).
Unsur pemerintah kabupaten, masuk dalam kelompok kerja atau pokja Pengelolaan Perhutanan Sosial atau PPS yang dibentuk oleh Gubernur.
Sekadar menginformasikan, di Kabupaten Bengkulu Utara saja, tidak kurang dari 16 ribu hektar kawasan hutan kini menjadi obyek perhutanan sosial.
Pendeknya, lewat beleid yang dibuat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya itu, penggarapan hutan kawasan yang sebelumnya ilegal menjadi legal.
BACA JUGA:Yayasan PPHTB Targetkan Peroleh Data Kondisi Hutan Tropis dan Pesisir
BACA JUGA:Hutan Bengkulu Miliki Peran Penting Serap Karbon dan Reduksi Risiko Bencana
Kepastiannya, ditegasi lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial (PS).
Aturan tersebut, merupakan aturan turunan dari Pasal 247 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Sekadar menginformasikan, salah satu kebijakan Menteri Siti Nurbaya di Kementerian LHK, kini tengah menjadi obyek pengusutan dugaan korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kabag Sumber Daya Alam (SDA) Setkab Bengkulu Utara, Wahidu Syawal, ketika dikonfirmasi soal PS ini tak menampik, kalau program tersebut berbatas waktu. Termasuk, soal komoditi yang diperbolehkan ditanam pada areal lokus program.
BACA JUGA:Inovasi Digital Simontana, Penjaga Kelestarian Hutan Indonesia
BACA JUGA:Pemcam Air Manjunto Komitmen Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan
"Tidak boleh ditanami sawit. Waktunya PS, 35 tahun," ujar Wahidu Syawal di kantornya, 18 Oktober 2024.
Dalam aturannya, menjelaskan, Perhutanan Sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat Setempat atau Masyarakat Hukum Adat, sebagai PELAKU UTAMA.