Monitoring dan Evaluasi HGU PT DDP

Minggu 08 Sep 2024 - 21:26 WIB
Reporter : Doni Aftarizal
Editor : Ependi

"Ini dari surat PT. DDP itu, perusahaan mengakui bahwa area divisi 5 dan divisi 7 Air Pedulang Estate, berada di luar HGU PT DDP,” kata Harapandi.

BACA JUGA:Penyalahgunaan DAS jadi Kebun Sawit, Menyalahi Konsep ISPO dalam Inpres Jokowi

BACA JUGA:Bersihkan Atribut Aparat di HGU Agricinal, Jangan Benturkan Dengan Masyarakat!

Harapandi menambahkan, setelah beberapa lama petani mengelola lahan, DDP mulai mendatangi dan meminta untuk keluar dari lahan yang telah dibersihkan dan dikelola petani. 

"Bahkan perusahaan mengklaim lahan tersebut milik mereka dengan HGU N0. 125. Saat kami minta bukti, perusahaan sama sekali tidak dapat menunjukkannya. Sehingga akhirnya bersengketam, dan dalam prosesnya tiga petani digugat PT. DDP," papar Harapandi.

Sementara itu, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar menyatakan, kasus tiga petani Tanjung Sakti ini terjadi akibat tidak adanya perhatian atau upaya pemda, dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara petani dan PT DDP.

"Jika ada niat baik dari pemerintah, semestinya pemerintah bisa berpedoman dengan Permen Nomor 21 tahun 2020 tentang penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan," ujar Ali.

BACA JUGA:Meski Ditolak Warga, HGU BRS Tetap Diperpanjang

BACA JUGA:HGU Agricinal Sebelat Juga Berbatasan Dengan Cagar Alam, Libatkan BPPHP

Kemudian, sambung Ali, juga di atur dalam Perpres Nomor 86 tahun 2018 tentang reforma agraria. Dimana tanah objek reforma agraria sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf f, meliputi tanah hasil penyelesaian sengketa dan konflik agraria.

“Kita berharap surat yang dikeluarkan Gubernur Rohidin Mesyah tersebut, merupakan surat sakti yang dapat menuntaskan konflik antara para Petani Tanjung Sakti  dengan PT DDP di Kabupaten Mukomuko,” singkat Ali. (*)

Kategori :