Baru saja aku hendak menyelami apa itu jatuh cinta, aku keburu menjadi pundak tempat teman-temanku menangis karena putus cinta. Mereka; teman-temanku itu sama sekali tak peduli bahwa pundakku telah memikul beban yang jauh lebih berat dari sekedar putus cinta.
BACA JUGA:Kotak Rahasia Jessy
BACA JUGA:BAGAIMANA AGAR LANGIT TAK RETAK
Saat itulah aku mulai memimpikan seorang pangeran yang gagah berani. Seorang lelaki yang kelak memanggul seluruh beban di pundakku.
Impianku mendadak patah oleh pernyataan seorang ibu yang dulu kupuja-puja. Ibunya Dinar. “Lelaki itu sama saja. Tak ada yang setia. Sekarang bukalah matamu. Kenapa ibumu memutuskan untuk meninggalkanmu? Dia tak sudi mengasuh anak yang tak diakui bapaknya.”
Masa remaja masa bahagia, masa paling indah. Kata siapa? Masa remajaku justru membuatku patah hati meski belum mengenal apakah itu cinta? Kalau disuruh memilih manakah yang paling membuatku patah: rindu yang tak juga berujung pertemuan dengan ibuku, atau tak mengenal apa itu cinta monyet? Sejujurnya aku tak tahu.
Kejujuran telah lama terbenam entah di relung hati sebelah mana. Mungkin jika kupupuk secara jujur perihal rindu, akan terus kudesak mbah untuk mengatakan dimana ibu. Namun karena tak ingin membuat mbah susah, kubiarkan lepas jalinan rindu satu persatu. Mungkin saja benar yang dikatakan ibunya Dinar.
BACA JUGA:Anak Sekolah Dasar yang Mati Tak Berdasar
BACA JUGA:Love or Ghosting
Akhirnya rindu padam dengan sendirinya. Kubenamkan yang namanya rindu. Kukubur jauh di kedalaman hati entah berantah. Aku tak lagi berurusan dengan yang namanya rindu.
Suatu hari kudengar kabar: ibuku ternyata selama ini telah memiliki keluarga baru. Ibuku benar-benar telah memulai kehidupan baru, meninggalkan kehidupan lama.
Jadi benar yang dikatakan ibunya Dinar. Aku hanya bisa menelan ludah tanpa sempat menanyakan kepada mbah. Untuk apa? Mbah pasti akan mengatakan satu dan lain hal untuk menghibur diri. Sebuah penghiburan yang mencekik leherku.
Biarlah mbah menghibur dirinya dengan berangan-angan bahwa ibuku adalah anak yang baik, ibu yang baik, manusia yang baik.
Bagaimanakah perempuan yang baik? Ibu yang baik? Istri yang baik? Yang pasti tidak seperti ibunya Dinar menurut mereka; orang-orang itu.
BACA JUGA:ULAR BERWUJUD MANUSIA
BACA JUGA:JODOHMU ADALAH SIAPA DIRIMU