BACA JUGA:Pernikahan Dini Bisa Picu Perceraian dan KDRT
Tahun 2023 lalu, jumlah perkara cerai yang terangkum dalam sistem informasi yang dikelola Mahkamah Agung (MA) sebanyak
408.347 perkara. Sedangkan tahun 2022 lalu, jumlahnya mencapai 516.344 perkara.
Dijelaskan BPS, total angka perkara tersebut, merujuk pada data yang akta cerainya telah tercetak. Adapun, penyebab percerian terbagi dalam 14 jenis persoalan.
Mulai dari zina, hingga faktor ekonomi yang dipungkasi dengan faktor perceraian lain-lain. Cerai pada tahun tersebut, salah satunya didominasi dengan "dalih" ekonomi.
BACA JUGA:Menanya Tanggungjawab Moril Bimbingan Kawin, di Tengah Pandemi Kasus Cerai
BACA JUGA:Kualitas Dispensasi Kawin Diuji Lewat Pasca Pernikahan, Akankah Muncul Gugatan Cerai?
Sedangkan faktor utamanya yang menjadi pemuncak angka perkara perceraian sebanyak 251.828 kasus, adalah perceraian yang disebabkan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus.
Keterkaitan lintas sektor dalam persoalan rumah tangga, secara sistem melibatkan Kementerian Agama (Kemenag). Lembaga pemerintah ini, salah satunya memiliki fungsi dalam penyelenggaraan perkawinan resmi.
Dalam situasi tertentu, Kemenag tidak dapat melangsungkan sebuah pernikahan, ketika belum memenuhi syarat yang ditetapkan yakni telah genap berusia 19 tahun saat dinikahkan.
Manakala calon pasangan nikah belum genap berusia 19 tahun, maka pernikahannya wajib mendapatkan ijin dari Pengadilan Agama dalam putusaan dispensasi kawin.
BACA JUGA:275 Istri Gugat Cerai Suami
BACA JUGA:Hak Anak Pasca Perceraian Harus Diperhatikan
Delapan Manfaat Bimbingan Kawin dari Kementerian Agama
- Membangun Landasan Keluarga Sakinah
- Merencanakan Ketahanan Keluarga