"Ya kedepan bisa lebih meriah. Persoalan menjadi agenda daerah atau tidak, lepas dari itu semua kami hanya berdoa kepada yang kuasa menjaga kami selama melaut dan memberikan hasil yang melimpah," harapnya.
BACA JUGA:Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Harus Dipercepat
BACA JUGA:Kades Mekar Mulya Ngadu ke Dewan Soal Jalan Rusak
Nelayan tradisional dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, kata Rusman, tidak lagi cukup hanya menjamah perairan 3 mil dari bibir pantai.
Dia berujar, kondisi terumbu karang yang kian saja rusak, lantaran aktivitas trawl alias pukat harimau, memaksa nelayan kecil lebih memberanikan diri menjujug laut dalam hingga 7 mil jauhnya.
"Satu mil itu diperkirakan 1,99 kilometer lah kalo seperti di darat. Tidak ada pilihan lain, karena ikan la jarang," ungkapnya.
Dengan pengalaman pertimbangan faktor alam, menyebabkan cuaca laut tidak bersahabat, kesepakatan moril di masyarakat seperti setiap hari Jumat tidak melaut, Rusman mengungkap dalam satu tahunnya nelayan tradisional hanya bisa melaut 6 bulan setiap tahunnya.
BACA JUGA:Ketua DPRD Mukomuko Marah, Pasien BPJS Dimintai Uang
BACA JUGA:RSUD Mukomuko Sesalkan Dugaan Inprosedural Oknum Dokter
"Nah masa yang ditunggu-tunggu itu di Agustus ini, karena masuk musim pengering (kemarau). Ikan akan cenderung memburu perairan dangkal," terangnya.
Harapannya, momen yang ditunggu-tunggu saban penghujung tahun masehi ini, memberikan keberkahan dan hasil yang melimpah bagi nelayan.
"Kami juga berharap, trawl sesegera mungkin diktertibkan. Karena sangat merusak," tegasnya memungkas.