RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Tidak mudahnya merekrut ASN, baik itu CPNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK untuk penempatan di wilayah-wilayah khusus seperti pulau terdepan Indonesia, membawa pemikiran perlunya kebijakan khusus dari pemerintah.
Cukup banyak dijumpai, pengadaan pegawai oleh daerah, dihadapkan dengan fakta peserta lolos seleksi bahkan tinggal melakukan pemenuhan persyaratan untuk diajukan pengusulan Nomor Induk Pegawai atau NIP ke Badan Kepegawaian Negara, memilih balik kanan alias mundur menjadi calon ASN.
Apalagi, formasi-formasi yang diperlukan itu merupakan sektor prinsip, semisal formasi dokter. Sudah menjadi rahasia umum, dokter merupakan SDM yang langka di Indonesia.
Jumlahnya yang tidak seimbang dengan kebutuhan, membuat kalangan ini terkadang seperti ingin menjadi kalangan istimewa dengan beragam fasilitas dan tuntutan lainnya.
BACA JUGA:Kejari Mukomuko Musnahkan Barang Bukti Perkara Kejahatan
BACA JUGA:Waspada.! Nama Kasi Pidsus Kejari Mukomuko Agung Malik Kembali Dicatut
Rahasia umum juga, dokter-dokter di rumah sakit pemerintah, turut beraktivitas di rumah sakit lain di tengah fakta sudah tingginya pendapatan mereka sebagai ASN yang tembus ratusan juta perbulannya.
Anggota DPRD Bengkulu Utara, Tommy Sitompul,S.Sos, ketika dikonfirmasi persoalan ini mendorong adanya perlakukan atau regulasi khusus pemerintah pusat di sektor merit non ASN, pada wilayah-wilayah khusus.
Layaknya Enggano yang merupakan salah satu Pulau Terdepan Indonesia yang ada di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu, secara geografis berada di tengah laut lepas.
"Saya kira ini akan menjadi salah satu informasi yang perlu kami sampaikan ke pusat," ujar politisi Golkar ini.
BACA JUGA:Kendalikan Inflasi, Pemkab Mukomuko Jalin Kerjasama Dengan Sumbar
BACA JUGA:Kawasan Kumuh Menjadi Permasalahan Kompleks di Mukomuko
Incumbent Golkar yang kini masih menjabat Kepala Badan Pembentukan Perda atau Bapemperda DPRD Bengkulu Utara ini, mendukung baik langkah pemerintah daerah menyampaikan surat terkait kepada pemerintah pusat.
Salah satunya, keberadaan SDM non ASN di kawasan-kawasan yang lazim dihadapkan dengan persoalan aksesibiltas, baik transprotasi sampai dengan jaringan komunikasi.
"Saya kira bukan permakluman ini ya. Bukan juga perlakuan yang beda. Tapi sebuah regulasi itu dapat saja lahir, berpangkal dari kasuistik faktual. Sebagai negara besar, pemaknaan sama bukan berarti sama persis," ujarnya.