RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Bali merupakan daerah tujuan wisata terdepan di Indonesia dan telah mendunia. Keindahan alam, keramahan penduduk, dan keragaman budaya menjadi keunggulan provinsi berjuluk Pulau Dewata itu.
Bukan itu saja karena pulau berpenduduk 4.344.554 jiwa menurut data Badan Pusat Statistik 2023 itu juga identik dengan sejumlah kearifan lokal yang ikonik. Salah satunya adalah subak.
Penyuluh Pertanian Ahli Pratama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Gede Vibhuti Kumarananda seperti dikutip dari website resmi instansi tersebut menjelaskan bahwa subak merupakan suatu sistem pengairan masyarakat Bali dengan ciri khas sosial-pertanian-keagamaan.
Itu berbekal semangat gotong royong untuk memenuhi kebutuhan air, masyarakat mengelola air irigasi.
BACA JUGA:Mengungkap Keindahan Surga Kecil di Ranu Darungan
BACA JUGA:Tahun Depan, DKP Bengkulu Rencanakan Buat 23 Rumpon Ikan
Tindakan itu dilandasi ritual keagamaan sesuai tahapan pertumbuhan padi mulai dari mengolah tanah hingga hasil panen dan merupakan cerminan dari ajaran Tri Hita Kirana dimana diajarkan hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta.
Konsep Tri Hita Kirana sangat relevan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
Yaitu Parhyangan yang ditujukan untuk pemujaan terhadap pura di kawasan subak, Pawongan menandakan adanya organisasi yang mengatur sistem irigasi subak, dan Palemahan menunjukkan kepemilikan tanah atau wilayah di setiap subak.
Ketiga hal itu memiliki hubungan timbal balik. Untuk menjaga keseimbangan hubungan ketiga unsur tersebut, dibuat peraturan yang disebut awig-awig atau paswaran/pararem.
BACA JUGA:Indeks Kinerja Pariwisata Indonesia Melesat ke Peringkat 22 Dunia
BACA JUGA:Meriahkan IIMS Surabaya 2024, PLN Perkuat Dukungan Infrastruktur Kendaraan Listrik
Sistem irigasi subak telah ada sejak ribuan tahun silam dan bertahan sampai hari ini karena dijaga secara turun temurun.
Meski demikian, kisah mengenai subak secara faktual dapat ditemui dari sejumlah prasasti seperti Prasasti Trunyan (tahun 881), Prasasti Sukawana (882), dan Prasasti Bebetin (896). Kemudian, subak juga ditemukan pada Prasasti Klungkung tahun 1072 yang disebutkan sebagai sebuah sistem irigasi.
Berdasarkan Peraturan Daerah Bali nomor 02/PD/DPRD/1972, subak didefinisikan sebagai masyarakat hukum adat di Pulau Dewata yang bersifat sosio-agraris yang secara historis sudah ada seak lama dan terus berkembang sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang irigasi bagi persawahan di Bali.