Melihat Semangat Gotong Royong Warga Kelurahan Kemumu
Melihat Semangat Gotong Royong Warga Kelurahan Kemumu-Radar Utara/Eri Helmian-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Keluharan Kemumu Kecamatan Arma Jaya Kabupaten Bengkulu Utara bukan hanya terkenal karena area persawahannya, air terjunnya dan saluran irigasi peninggalan Belanda, akan tetapi juga karena kekompakan dan semangat warganya dalam soal gotong royong.
Warga Kelurahan Kemumu yang notabene merupakan Suku Jawa, memiliki istilah Rewang sebagai penyebutan khusus untuk gotong royong yang bersifat membantu kegiatan salah satu warga ketika memiliki hajat berupa perayaan pernikahan ataupun khitanan.
Rewang ini tidak hanya berlangsung selama satu hari atau saat pesta saja, akan tetapi berlangsung selama beberapa hari, bahkan bisa hingga selama satu minggu.
BACA JUGA:Bersama Masyarakat, TNI/Polri Gotong Royong Cor Jalan Rusak Sepanjang 40 Meter
BACA JUGA:Membaur Bersama Warga, TNI/Polri Gotong Royong Bangun Masjid Al-Muktarim
Kegiatan gotong royong berupa rewang ini sering dimulai dengan kegiatan mencari kayu bakar, menebang bambu, membuat tarup, malam towongan (acara khusus bapak bapak - red), pesta untuk tamu dan undangan umum hingga pembongkaran tarup.
Beberapa tokoh masyarakat Kemumu yang sempat kami bincangi, mengungkapkan bahwa budaya rewang atau menjadi panitia pesta yang memakan waktu cukup lama tersebut, merupakan tradisi yang dibawa dari daerah asal mayoritas warga Kelurahan Kemumu, yaitu Kabupaten Banyu Mas Provinsi Jawa Tengah.
Pada awalnya orang yang punya hajat akan mendatangi rumah jiran tetangga, guna menyampaikan permohonan bantuan tenaga untuk bergotong-royong. Orang yang punya hajat tersebut sekaligus menyampaikan waktu pelaksanaan kegiatan, dimulai dari mencari kayu bakar, menebang bambu dan seterusnya.
BACA JUGA:Gotong Royong Perbaikan Jembatan Lembah Duri
BACA JUGA:Kuatkan Kota Pusaka, Bang Ken Gagas Gotong Royong Bendera Merah Putih
Umumnya Suku-suku asli di Pulau Sumatera juga memiliki budaya gotong royong ketika ada saudara sekampung yang memiliki hajat atau hendak melangsungkan pesta. Yang membedakannya adalah lamanya waktu dalam membantu kegiatan pesta tersebut.
Perbedaan mendasarnya terletak pada kegiatan mencari kayu bakar, menebang bambu hingga tidak adanya acara khusus bagi bapak bapak yang disebut dengan towongan atau tirakatan yang berlangsung pada malam hari menjelang pelaksanaan resepsi.
Biasanya menjadi panitia pesta untuk suku asli pulau Sumatera hanya berlangsung selama tiga hari dan pada saat pesta saja, selebihnya pekerjaan seperti mencari kayu bakar atau menebang bambu, hanya dilakukan oleh keluarga inti dari yang punya hajat saja.
BACA JUGA:Gerak Cepat dan Kompak TMMD ke-120 di Bengkulu Utara, TNI/Polri Gotong Royong Bersama Masyarakat