Basis pengawasan secara berlapis yang melibatkan KPK, Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri hingga BPKP dengan menyusunan upaya pencegahan di area penganggaran.
Setidaknya ada 3 area yang menjadi "pelototan" tiga lembaga yang merepresentasikan kerja pengawasan dan pencegahan itu.
Antisipasi praktik mark up, disikapi lewat pola penetapan Standar Harta Satuan atau SHS, hingga mengevaluasinya secara berkala;
Termasuk pemantauan ketepatan waktu penyampaikan dan penetapan Kebijakan Umum Anggaran (KUA)- Prioritas Palafon Anggaran Sementara (PPAS) lewat penginputan ke dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
BACA JUGA:Simpan Sabu dan Ganja, Warga Pasar Bantal Diringkus Polisi
BACA JUGA:APIP dalam Sistem Merit Menjadi Macan Ompong
Untuk diketahui, SIPD murni merupakan sistem yang di bawah kendali penuh Kementerian Dalam Negeri.
Sebelumnya, proses perencanaan, penatausahaan hingga pertanggungjawaban anggaran dilakukan via SIMDA yang merupakan sistem yang berada langsung di bawah kendali Kementerian Keuangan atau Kemenkeu.
Pemda juga diminta menjalankan transparansi APBD kepada masyarakat melalui website Pemda.
Hanya saja, praktik ini terbilang masih sebatas kampanye. Satu-satunya kepala daerah yang menggamblang dokumen yang bersifat bukan rahasia ini adalah Gubernur DKI Jakarta saat masih dijabat Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
Pedoman pencegahan praktik korupsi ini, termasuk menugaskan APIP melakukan audit dan pengawasan lapangan.
BACA JUGA:Pembagian SK PPPK Tunggu Bupati
BACA JUGA:MTQ Harus Menjadi Efek Kejut Ekonomi di Masyarakat
Obyeknya meliputi kegiatan seperti pelaksanaan bantuan keuangan/hibah/bansos serta realisasi perjalanan dinas dan honorarium.
Pantauan Radar Utara, anggaran perjalanan dinas nyaris massif menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK saat melakukan pemeriksaan tahun anggaran berjalan 2024.
OPD berbondong-bondong mengembalikan penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan rujukan aturan yang ada alias cenderung pemborosan.