“Aila, maafin Mama. Mama cuma gak mau penyakit Mama bikin kamu gak fokus belajar. Kamu bilang mau kuliah di UGM, artinya nilai kamu harus bagus.”
BACA JUGA:Uang Beredar Tumbuh Lebih Tinggi pada Maret 2024
BACA JUGA:Maju Pilgub, Eks Bupati dan Bupati BS Daftar ke PDI Perjuangan
Aila yang mendengar dari dalam kamar hanya mendesah kecewa. Kenapa sang Mama lebih memprioritaskan nilai Aila dibanding kondisi kesehatannya sendiri?
“Kalau kamu gak mau bukain pintu gak apa apa. Mama taruh makan malam kamu disini, ya. Dimakan. Jangan sampai maagmu kambuh.”
Aila mengangguk meski sang Mama tak bisa melihat anggukannya. Ia tak berani melihat Mamanya. Bukan karena rasa kecewanya. Melainkan, Aila takut menangis jika melihat kondisi sang Mama. Memprihatinkan.
Gita berbalik. Ia pergi ke kebunnya. Lalu kembali dengan bunga Matahari yang di potnya terdapat gulungan kertas.
BACA JUGA:Aksi Serentak Perangi Demam Berdarah Dengan PSN
BACA JUGA:Dirajut Ibu Negara di Bengkulu, Ditargetkan Berkibar di IKN
Sepuluh menit kemudian, Aila yang tak tahan dengan rasa lapar yang merajalela, membuka pintu kamarnya. Bisa ia lihat sepiring nasi goreng, cake pisang, coklat panas, dan bunga matahari. Aila membawa semuanya ke dalam kamar. Lalu kembali mengunci pintu.
Netranya teralihkan oleh gulungan kertas di pot bunga matahari.
Diambilnya dan dibukanya gulungan itu. Tertampil lah deretan kalimat yang ditulis oleh sang Mama
To Aila, kesayangan Mama.
Aila, Mama minta maaf ya, sayang. Mama tau Mama salah udah menyembunyikan penyakit Mama. Kamu mau maafin Mama, kan?
BACA JUGA:Berulangkali Usulan ke Provinsi, Penanganan Jembatan di Lembah Duri Belum Ada Kabar
BACA JUGA:Pilih Paslon Kada Yang Peduli Dengan Masalah BUMN