Aksara menjawab teleponku setelah panggilan ke tiga, kuserobot duluan sebelum ia bersuara. “Ayo ketemuan.”
Ada hela napas di seberang sana, “Nggak bisa, Kak.”
BACA JUGA:Arus Mudik dan Balik ke Enggano, Pelindo Bengkulu Ambil Peran
BACA JUGA:Banjir Lebong, Tim Ayok Bengkulu Salurkan Bantuan
“Aksa, please, sebentar aja,” kuabaikan ramainya keadaan di sambungan telepon, entah Aksara sedang berada dimana dengan bising seramai itu.
“Ada yang perlu kita bicarain. Aku yang samperin kamu ya?”
“Nggak bisa dibicarain di sini?”
“Please,” bagaimana ya ekspresinya saat mendengarku sampai memohon seperti ini? “Please, Aksa, sekali ini aja.”
Terdengar tarikan napas panjang, lalu lagi-lagi hela napas letih. “Mau ketemu dimana?”
BACA JUGA:Gagalkan 0,5 Kg Sabu, Polda Tangkap 4 Tsk
BACA JUGA:Persoalan Banjir, WALHI Bengkulu: DAS Sedang Tidak Baik-Baik Saja
Kafe yang tak jauh dari tempatku bekerja menjadi pilihan dan Aksara menyetujuinya tanpa bantahan.
Ia membutuhkan waktu empat puluh menit untuk sampai karena lokasinya lumayan jauh saat itu.
Aku merasa bersalah, sedikit. Apalagi di luar sedang hujan.
Aksara datang dengan rambut lepek, wangi parfumnya masih tersisa dan setelannya rapi dengan kemeja putih dan celana bahan.
Meski agak basah, ia masih terlihat menawan.