Bicara sejarah dalam khasanah Jawa, suka atau tidak suka berarti juga bicara tentang legenda atau mitos itu sendiri, dan menguraikannya.
BACA JUGA:Masih Soal Realisasi DD TA 2023, Masyarakat Lebong Tandai Akan “Ngadu” ke Dewan
BACA JUGA:Manfaat Tanaman Lidah Mertua yang Jarang Diketahui Oleh Banyak Orang
Seputar Legenda
Seperti diketahui, penulisan sejarah Jawa yang bersumber dari Babad Tanah Jawa, lazimnya cenderung ditulis dengan mencampuradukkan antara fakta dan legenda atau mitos.
Karenanya bukan saja butuh ketelitian dan kekritisan untuk mengurai mana fakta dan mana mitos, lebih dari itu juga dibutuhkan sumber-sumber sejarah lain baik sebagai referensi pembanding maupun sebagai piranti verifikasi.
Bicara interpretasi sejarah Jawa berbasis tradisi babad, di sini kita patut berterimakasih salah satunya pada Hermanus Johannes de Graaf.
Bukan hanya Graaf tentu saja, tapi setidaknya dia telah memberikan sumbangsih sangat berharga bagi studi literatur babad dalam kajian sejarah Jawa.
BACA JUGA:Kenali 5 Kreteria Orang Ini, Wajib Membayar Fidyah;
BACA JUGA:Kunci Penting Budidaya, DPRD Dorong Pengembangan Bibit Ikan
Menggunakan metode sejarah, Graaf menggabungkan sumber-sumber Eropa, China dan Jawa sebagai basis interpretasi penulisan sejarah Jawa.
Pada titik inilah, sejarawan Belanda spesialis studi Jawa ini telah membuat tafsiran perihal sejarah pembangunan Masjid Demak.
Banyak hal menarik patut disimak dari uraian Graaf dan TH Pigeaud dalam karya kolaborasi mereka: "De Eerste Moslime Vorstendommen op Java, Studien Over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en 16 de Eeuw." Koleganya Pigeaud ialah filolog dan spesialis ahli sastra Jawa terkemuka.
Bicara aspek mitos atau legenda, pertama-tama ialah terkait proses pembangunan masjid itu sendiri.
Laiknya cerita pembangunan Prambanan, masjid ini konon juga didirikan hanya dalam waktu satu malam.
BACA JUGA:LPSK Asessment 10 Saksi Yang Minta Perlindungan