RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Menurut Graaf dan Pigeaud, legenda atau mitos mengungkapkan betapa pentingnya Masjid Demak di alam pikiran orang Jawa Islam, setidaknya pada abad ke 17, 18, dan 19. Pun dari Masjid Demak jugalah jejak-jejak keislaman ala Islam Nusatara bisa mudah dilacak akar sejarahnya.
Sekalipun katakanlah tak semegah kontruksi bangunan Masjid Istiqal, misalnya, bisa dikata Masjid Demak merupakan salah satu masjid kharismatik di Jawa.
Selain faktor sejarah, kharisma ini terbentuk karena saking kuatnya aspek legenda atau mitos melatarbelakangi sejarah dan keberadaan masjid.
Saking kuatnya kharisma masjid ini, tak sedikit masyarakat Jawa meyakini ziarah ke Masjid Demak memiliki nilai sama dengan menjalankan haji ke Mekah.
BACA JUGA:Perusahaan Diminta Bayar THR Karyawan, THR ASN Disiapkan Rp17 Miliar
BACA JUGA:Jelang Idul Fitri Disperindag Usulkan Penambahan Kuota Gas Elpiji Subsidi
Jelas, terasa ada aura sakralitas dan kekeramatan yang kuat pada asosiasi makna masjid ini bagi orang Jawa, khususnya bagi mereka yang memeluk Islam-Jawa.
Tentu saja anggapan adanya makna sakralitas atau kekeramatan bukanlah monopoli Masjid Demak. Banyak lokasi lain juga dianggap mengemban makna semacam itu.
Namun demikian masjid ini termasuk salah satu yang utama.
Tak aneh, jikakalau ziarah ke Masjid Demak dan ziarah ke makam para wali sendiri telah memiliki signifikansi makna tersendiri dalam benak masyarakat Islam-Jawa.
BACA JUGA: Penanganan Stunting dan BLT Masih Prioritas Penggunaan DD 2024
BACA JUGA:Bikin Pusing Camat, Jadwal Safari Ramadhan Bupati Berubah-ubah
Bagaimana sistem makna dari masyarakat Islam-Jawa bisa terkontruksi sebegitu rupa tentu menarik disimak. Sistem makna jelas bukanlah lahir dari ruang hampa.
Bicara sistem makna, sedikit atau banyak sebenarnya juga bicara sejarah. Namun bicara tentang sejarah dalam khasanah Jawa bukanlah hal mudah.
Pasalnya fakta-fakta lugas dan pemerian waktu kronologisnya tak serta merta tersedia.