Mengendalikan Harga Beras di Bulan Ramadan

Rabu 20 Mar 2024 - 21:37 WIB
Reporter : Debi Susanto
Editor : Ependi

Sejumlah faktor tersebut, di antaranya, kenaikan ongkos input produksi seperti pupuk, benih, sewa lahan, upah pekerja, dan lainnya.  

"Kita dalam delapan bulan terakhir mengalami defisit beras karena konsumsi lebih besar dari produksi. Kebutuhan nasional kita itu di kisaran 2,5--2,6 juta ton tiap bulannya. Sedangkan surplus beras kita di 2023 lalu sebanyak 340.000 ton. Sekarang ini harga GKP sudah mulai turun di kisaran Rp7.100 per kilogram," jelas Arief.

BACA JUGA:Indonesia dan Prancis Tingkatkan Kerja Sama Bisnis di Bidang Maritim

BACA JUGA:Royalti Perkuat Industri Musik Nasional

Dalam pengamatan Arief, kenaikan harga beras salah satunya terjadi lantaran masih mahalnya harga gabah kering panen (GKP) di kisaran Rp8.600 per kg pada Januari hingga awal Februari 2024. Cara mudah mengetahui harga beras menurutnya adalah dengan menghitung dua kali lipat dari harga GKP.

 

Cara Menurunkan Harga

Pemerintah, sebagaimana dilaporkan media Kementerian Kominfo  GPR News, telah melakukan beragam cara untuk menurunkan harga beras.

Di antaranya melalui penguatan cadangan beras pemerintah dan turun langsung menggelar operasi pasar di berbagai tempat.

Bulog telah menggelontorkan beras SPHP baik ke pasar tradisional maupun di ritel-ritel modern. Bulog juga telah membanjiri beras SPHP ke Pasar Induk Cipinang.

BACA JUGA:Pelabuhan Berkelas Dunia Ada di Makassar

BACA JUGA: Jaminan Pupuk Bersubsidi Cukup

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, peluncuran beras SPHP merupakan bentuk intervensi lainnya yang dilakukan oleh Bulog untuk mengurangi kontraksi harga sehingga secepat mungkin diharapkan dapat menurunkan tensi harga beras di pasaran.

Dalam acara diskusi daring Forum Merdeka Barat 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika bertema "Persiapan Ramadan, Kondisi Harga Bahan Pokok" yang diadakan di Jakarta, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Sumatra Selatan, Ahmad Muslim menerangkan, kenaikan harga beras biasa terjadi menjelang Ramadan karena faktor psikologis masyarakat untuk memastikan kebutuhannya tetap aman. Sehingga, mereka cenderung membeli lebih banyak dari biasanya.   

Meski masih bisa ditutupi oleh impor, dalam jangka panjang perlu adanya strategi sistematis untuk memanfaatkan potensi besar Indonesia sebagai negara agraris. Faktor utama rendahnya produksi beras di Indonesia adalah luas lahan padi yang masih minim, yaitu sekitar 810,2 juta hektare (ha). Idealnya, untuk mencapai swasembada, dibutuhkan luas lahan padi 40 juta ha dengan asumsi 500 meter persegi per kapita.  

"Perubahan iklim juga menjadi faktor utama yang membuat Indonesia rentan terhadap penyakit tanaman padi. Karena itu, diversifikasi beras dengan varietas yang lebih sehat juga perlu dipertimbangkan," ucapnya.

Kategori :