Menjaga Keabadian Air Petirtaan Jolotundo

Sabtu 10 Feb 2024 - 19:20 WIB
Reporter : Debi Susanto
Editor : Ependi

Terbaik Kedua

Air Petirtaan Jolotundo bersumber dari mata air Penanggungan yang dikelilingi empat gunung lebih kecil, yakni Saraklopo (1.275 mdpl), Bekel (1.238 mdpl), Kemuncup (1.227 mdpl), dan Gajahmungkur (1.087 mdpl).

Masih ada lagi empat lain yang lebih tepat disebut bukit seperti Semodo (719 mdpl), Jambe (747 mdpl), Bende (927 mdpl), dan Wangi (987 mdpl).

Kedelapan gunung dan bukit tadi berada tepat di sekitar Penanggungan seperti membentuk delapan penjuru mata angin.

BACA JUGA:Cetak Sejarah, eTimnas Indonesia Juara AFC eAsian Cup 2024

BACA JUGA:Indra Sjafri: Tim U-20 Indonesia terus Mengalami Peningkatan

Air dari ke-33 kendi berasal dari mata air di kedelapan tempat tersebut yang kemudian disatukan ke kolam Petirtaan Jolotundo dalam acara ruwatan.

Lokasi petirtaan sekitar 55 kilometer Surabaya, ibu kota Jatim dan dapat ditempuh perjalanan darat selama 1,5 jam. Atau hanya 30 menit dari pusat Kota Mojokerto, menyusuri ruas mulus mendaki sejauh 30 km ke arah barat. Tiket masuknya sebesar Rp10.000 per orang dan terbuka selama 24 jam.

Kesejukan airnya sudah terkenal dan kualitasnya nomor dua terbaik di dunia setelah zamzam di tanah suci Makkah, Arab Saudi.

Pengujiannya pernah dilakukan sebanyak tiga kali. Penelitian perdana dilaksanakan pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan pada tahun 1984.

BACA JUGA: Alokasi Program Indonesia Pintar 2024 Bertambah

BACA JUGA: Jelang Pemilu, Isu Politik Identitas Berkurang Drastis

Langkah serupa turut dilakukan tim arkeologi Indonesia-Belanda pada 1991 dan terakhir oleh Ikatan Dokter Indonesia Pusat di 1994.

Petirtaan dalam bahasa Jawa kuno disebut sebagai patirtan atau tempat berkumpulnya air dan merupakan lokasi istimewa bagi raja tempo dulu.

Seperti dikutip dari buku Patirtaan Jalatunda karya guru besar arkeologi Universitas Leiden, Belanda, Frederik David Kan Bosch pada 1965, semua berawal dari keinginan Raja Udayana untuk membangun sebuah tempat pemandian khusus di lereng Pawitra.

Ini sebagai bentuk syukur atas kelahiran Airlangga, buah hati dari pernikahan Udayana dengan Mahendradatta atau dikenal pula sebagai Putri Gunapriya Dharmapatni.

Kategori :

Terkait

Sabtu 07 Dec 2024 - 18:14 WIB

Kembalinya Sang Ganesha

Sabtu 30 Nov 2024 - 19:52 WIB

Kembalinya Candi Lumbung ke Desa Sengi

Sabtu 23 Nov 2024 - 18:41 WIB

Menyusuri Jejak Sejarah Gereja Blenduk

Selasa 19 Nov 2024 - 21:08 WIB

Setahun Empat Bulan Kurang 2 Hari Jokowi