Aturan Penjualan Rokok Diperketat, Polemik PP 28/2024 Bermunculan
Aturan Penjualan Rokok Diperketat, Polemik PP 28/2024 Bermunculan-flickr.com-
Timbulnya Polemik
Di antara klausul yang paling banyak disoroti dalam PP Kesehatan tersebut ialah Pasal 434 yang mengatur tentang larangan penjualan rokok dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan penjualan rokok eceran, serta larangan pemajangan produk tembakau di tempat berlalu lalang.
BACA JUGA:Ahli Hisap Simak! 9 Tips Jitu Menghilangkan Bau Asap Rokok di Rumah, Simple Kok
BACA JUGA:Mengapa Jumlah Perokok Remaja di Indonesia Terus Bertambah?
Aturan ini dinilai dapat membawa dampak negatif bagi keberlangsungan berbagai sektor usaha yang berhubungan langsung dengan industri tembakau.
Dari sisi pedagang kecil dan warung kelontong, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun Atmo, mengeluhkan pengesahan PP Kesehatan ini dapat mengancam mata pencaharian para pedagang kecil yang bergantung pada pendapatan dari penjualan rokok eceran untuk menghidupi keluarganya.
Efeknya juga tidak main-main, terang Ali, berujung pada meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan di Tanah Air.
“Ada 78.000 desa, 8.000 kelurahan, di setiap titiknyanya ada tempat pendidikan dan tempat perdagangan. 1 dari 5 toko kelontong akan terdampak dengan adanya PP ini. Artinya apa? KERIS menilai PP 28/2024 ini tidak adil, diskriminatif, mematikan puluhan juta pelaku ekonomi rakyat UMKM di Indonesia, serta melanggar Pancasila dan UUD 1945. Seharusnya, mulai hari ini, sampai 2029, Indonesia memperluas lapangan kerja dan memperpanjang batas usia kerja. Sekarang, PP ini malah mempersempit lapangan kerja dan mempersempit usaha,” pungkas Ali.
BACA JUGA:Perokok Aktif di Indonesia Kian Melonjak Hingga Tembus 70 Juta Orang, Mayoritas Anak Muda
BACA JUGA:Dianggap Sebagai Debu yang Tak Berguna,Ternyata Abu Rokok Menyimpan Berbagai Manfaat
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), Budihardjo Iduansjah, menyebutkan aturan larangan zonasi rokok 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak ini menuai kebingungan, di mana disaat HIPPINDO berusaha meningkatkan ekonomi, namun aturan ini justru menekan ritel offline yang baru mulai membaik, setelah banyaknya upaya pemulihan kondisi ekonomi ritel.
“Aturan ini tidak hanya berdampak kepada pedagang ritel, tapi juga kepada karyawan dan tenaga kerjanya. Total kerugian kami bisa mencapai Rp21 triliun per tahun jika PP 28/2024 ini dijalankan. Selain itu, di mall juga banyak pusat permainan anak-anak, maka mustahil untuk pelaku usaha ritel langsung serta merta berhenti menjual rokok. Pengawasan di lapangan pun tidak dapat dijalankan dengan baik karena aturan ini membingungkan” ungkapnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Roy Nicholas Mandey, juga menilai aturan pelarangan ini dapat menjadi pasal karet dan menyulitkan implementasi di lapangan. “Apapun yang berkaitan dengan pelarangan, secara luas itu pasti memberikan dampak untuk ekonomi. Tanpa adanya contingency plan, ekonomi pasti akan tergerus,” imbuhnya.
Roy menekankan aturan zonasi penjualan bukanlah solusi yang tepat. Pemerintah semestinya lebih fokus melakukan edukasi berkelanjutan mengenai dampak merokok dan pemberantasan rokok ilegal. Pembatasan penjualan rokok legal tanpa adanya perubahan perilaku dan edukasi yang memadai tidak akan efektif.