Penanganan Ruas Jalur Lintas Barat Sumatera Kian Mendesak, Pasang Naik, Jalinbar Alternatif Digenangi Air Laut
Penanganan Ruas Jalur Lintas Barat Sumatera Kian Mendesak, Pasang Naik, Jalinbar Alternatif Digenangi Air Laut -Radar Utara/Benny Siswanto-
BACA JUGA:Gembok Penjara Dibuka, Pejabat DLH Bakal Dipanggil Jaksa
Padahal, titik longsor ini berada pada ruas ekonomi di lintas barat Sumatera. Sehingga lalulintas moda pengangkut baran-barang ekonomi dan kebutuhan pokok, melintasi ruas ini.
Kerusakan kian parah juga, melihat moda angkutan batubara yang tidak lagi menggunakan truk kecil.
Sudah ada armada yang sejenis tronton yang pastinya, membopong muatan di atas spesifikasi jalan kelas III yakni sumbu muatan maksimalnya tidak boleh lebih dari 8 ton.
Lebih mengerikannya lagi, lokasi longsor yang sudah memakan badan jalan itu, berada di ruas menikung.
BACA JUGA:Untungkan Petani dan Peternak, Dinas Pertanian Gerakkan Program Siska
BACA JUGA:Enggano Potensial Jadi Lumbung Pangan
Sebagai jalur utama, sudah menjadi lazim kendaraan yang melintas pun tak jarang merupakan moda-moda angkutan berbadan besar.
Seperti kendaraan ekspedisi, kendaraan pembawa BBM, bahan pokok, material bangunan, pengangkut CPO hingga batubara yang tak jarang, terpal penutup atasnya terlepas, sehingga sangat mengganggu pengguna jalan yang berada tepat di belakangnya.
Pantauan lainnya, saat ini proyek pengaman pantai sudah dilakukan oleh penyelenggara sesuai kewenangan.
Penanaman beton-beton kubus berwarna putih semen, kini nampak sudah mulai ditumpuk di beberapa titik bibir pantai, alih-alih menghalau abrasi pantai yang terus mengujam ke arah badan jalan.
BACA JUGA:Ancaman Kemarau di Pulau Sumatera hingga Jawa dan Sebagian Besar Wilayah Indonesia
BACA JUGA:KABAR DUKA! Kades Kualalangi Ketahun Berpulang
"Kami berharap, pemerintah segera turun tangan. Karena ngeri, kami nengoknya. Terus menggerus dan sudah ke badan jalan," ungkap salah seorang warga yang berada di sekitar jalan longsor.
Belum lagi, persoalan kerusakan nyaris massif, menjadi dalih masyarakat untuk kemudian menolak moda angkutan batubara khususnya, melintasi ruas eks jalinbar sepanjang lebih kurang 20 kilometer.