Mencintaimu Seperti Filosofi Hujan
ILUSTRASI-playground.com-
BACA JUGA:Persoalan Banjir, WALHI Bengkulu: DAS Sedang Tidak Baik-Baik Saja
Kafe yang tak jauh dari tempatku bekerja menjadi pilihan dan Aksara menyetujuinya tanpa bantahan.
Ia membutuhkan waktu empat puluh menit untuk sampai karena lokasinya lumayan jauh saat itu.
Aku merasa bersalah, sedikit. Apalagi di luar sedang hujan.
Aksara datang dengan rambut lepek, wangi parfumnya masih tersisa dan setelannya rapi dengan kemeja putih dan celana bahan.
Meski agak basah, ia masih terlihat menawan.
“Kamu habis interview?”
BACA JUGA: Jarang Diketahui 5 Manfaat Rebusan Kayu Manis
BACA JUGA:Berminat jadi PPS? Ini Tahapan dan Jadwal Lengkap Seleksinya
Aksara memijat pelipis, “Ya, tapi nggak sempat cause things happen badly, aku harus ke Rumah Sakit.”
Telapak tangannya mengkover seluruh wajah, mengusap kasar, “Mama kambuh.”
Aku terkejut tak dibuat-buat, ini informasi yang sangat baru untukku, aku tak pernah diberitahu apa pun tentang orang tuanya.
Aku meringis semakin merasa bersalah membuatnya kabur saat jelas-jelas keluarganya sedang ada musibah.
“It’s okay, Kak, udah ada yang jaga Mama,” suara Aksara yang ini, lembut seperti dulu. “Apa yang mau dibicarain?”
Aku dan Aksa duduk berhadapan dengan secangkir kopi yang mengepulkan asap tipis.